Friday, March 15, 2013

strategi pemasaran merek



Strategi Integrasi Aktivitas Merek

Lanskap media bergeser dramatis dengan munculnya media-media baru berbasis teknologi tinggi. Pergeseran itu menyebabkan perbedaan strategi komunikasi above the line (ATL) dengan below the line (BTL) menjadi kabur. Pemasar dan pemilik merek dihadapkan situasi harus pilih media secara tepat dan cepat, karena persaingan yang semakin sulit dan kompetitif.
Ricky Afriyanto, Direktur Marketing PT Mayora Indah Tbk, mengatakan, dalam situasi seperti itu pemasar memang harus cerdas dan hati-hati menentukan strategi. Harus diingat bahwa aktivitas komunikasi pemasaran bertujuan meningkatkan efektivitas komunikasi merek, sebagai sarana rasional memperkenalkan merek, membantu membangun ikatan emosional yang kuat antara konsumen dengan merek, dan terakhir membantu pembelian kembali merek.
Keempat hal itu membutuhkan sarana media ATL maupun BTL sekaligus. Media BTL bisa membantu meningkatkan efektivitas komunikasi dan awareness, sementara itu media BTL sangat tepat guna membangun ikatan emosional dengan konsumen. Karena sesungguhnya esensi BTL adalah memberikan experience kepada konsumen untuk berpartisipasi.
Tujuan utama brand activation adalah mendukung, mendorong kesadaran pelanggan pengetahuan, merek yang baik dari merek, mempromosikan pembelian menyukai, keyakinan dan akhirnya dan pembelian kembali.

Dengan adanya experience kepada konsumen, harapannya, konsumen akan lebih dekat dan mempunyai preference, selanjutnya akan menjadi loyal dan syukur-syukur mereka bisa jadi evangelist – konsumen akan menjadi pembela brand, jika suatu waktu ada yang ingin menjatuhkan nama brand tersebut.
Baik aktivitas ATL maupun BTL harus dibaca sebagai bagian dari 360 degree campaign, atau dikenal dengan integrated marketing communications (IMC). Termasuk Brand Activations (BA) adalah tingkatan lanjut dari 360 degree campaign. “Jadi brand activations bukan sekadar kehebohan semata dan sekejap,” ujar Ricky.
Untuk merek yang sudah mapan, lanjutnya, penetrasi pasar tentu penting, terutama dengan brand awareness. Tapi, di dalam aktivitas BA harus bisa membangun luar brand awareness, yaitu brand preference. “Dengan sendirinya brand preference akan membangun loyalitas. Kemudian dengan sendirinya men-delight konsumen,” tandas Ricky bahwa kini kebutuhan brand itu harus dibawa kepada engagement. “Keterikatan dengan konsumen harus menjadi perhatian bagi para marketer dan berdasarkan consumer insight”, lanjutnya.
Jadi, tujuan utama BA adalah mendukung, mendorong kesadaran pelanggan pengetahuan, merek yang baik dari merek, mempromosikan pembelian menyukai, keyakinan dan akhirnya dan pembelian kembali. Proses aktivasi merek juga harus menunjukkan dengan jelas langkah demi langkah panduan tentang apa yang harus dilakukan pada setiap titik waktu. Ini harus memandu komunikasi merek saluran, desain, kreativitas antara banyak indeks penting lainnya.
Hendra Suwardi, Direktur Pengelola Six Dimensions menambahkan, dengan terintegrasinya on ground dengan online, maka akan tercipta multiple impact yang menghasilkan awareness yang baik. Menurut Hendra, dalam suatu kampanye brand experience, on ground menjadi media kampanye paling lengkap untuk menyentuh seluruh panca indera, sehingga konsumen dapat merasakan, berpikir, turut melakukan kegiatan dan membuat relasi antara brand dengan gaya hidupnya.
Namun, karena jangkauan on ground terbatas, untuk amplifikasinya akan diperlukan online activation yang kreatif dan sebisa mungkin interaktif, dimana konsumen yang melihat secara online dapat turut merasakan apa yang terjadi di on-ground.
Sebaliknya, suatu kampanye brand experience berbasis online, juga memerlukan on-ground activities untuk membuat kampanye tersebut menjadi ‘hidup’, dapat dinikmati konsumen dan menjadi gaya hidup konsumen. “Jadi akan saling melengkapi,” yakin Hendra bahwa kampanye BA bahkan lebih baik bila terintegrasi dalam satu IMC, bukan hanya online & on-ground.
Richard Andrew, Activation Director di Celsius Creative Communications, membenarkannya. Bahkan lebih dari itu, integrasi tidak hanya cukup dengan on ground activation, tapi juga akan lebih baik bila didukung oleh PR, atau digital, serta media ATL. “Tapi, semuanya itu harus dikembalikan dengan budget, juga harus dilihat dari target audience dan objectif dari kampanye,” ujarnya.
Yang penting, tujuan dari brand activation adalah memberikan media ‘experience’ dari pesan brand yang sudah disampaikan dalam kampanye. Bila selama ini target yang sama sudah bisa melihat dan mendengar pesan brand tersebut, maka menurut Richard, tugas dari BA yang seharusnya bisa memberikan bobot experience secara langsung pada para target tadi. “Apabila objectif experience tersebut sudah bisa terjawab, maka peran BA bisa dibilang berhasil,” yakinnya.

Effective Brand Activation

Secara tradisional, brand activation didefinisikan sebagai suatu proses yang memungkinkan keterlibatan pelanggan dengan merek. Namun, brand activation tidak hanya sekadar melibatkan melainkan membangun keterlibatan pelanggan dengan pengalaman merek serta membuat merek tersebut aktif di benak pelanggan dalam arti bahwa kegiatan tersebut membawa merek seakan hidup.
Karena itu, tujuan dari brand activation bukan sekadar nmendapatkan publisitas. Ketika brand strategy dilaksanakan, perusahaan hanya perlu mengarahkan agar bagaimana caranya para pelaksana yang di semua level tingkatan organisasi memberikan tawaran total kepada pelanggan. Karena itu, brand activation harus, pertama, bisa mengaktifkan permintaan terhadap merek atau penjualan.
Kedua, membangun hubungan emosional antara konsumen dan merek pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat dan dengan cara yang benar, sehingga memotivasi komitmen konsumen. Ketiga, dengan mengubah pengetahuan mendalam tentang merek ke dalam tindakan, terbangun kepercayaan konsumen terhadap merek sehingga komitmen untuk membeli menjadi lebih menjanjikan.
Brand activation tidak hanya sekadar melibatkan melainkan membangun keterlibatan pelanggan dengan pengalaman merek, tetapi berperan dalam “menghidupkan” merek tersebut di kalangan konsumen.

Brand activation dapat didefinisikan sebagai sebuah interaksi pemasaran antara konsumen dan merek. Disini konsumen dapat memahami merek secara lebih baik dan menerimanya sebagai bagian dari kehidupan mereka. Implikasinya, hubungan antara merek dan pelanggannya seyogyanya berlangsung dalam jangka panjang, tidak untuk waktu yang pendek. Sebuah merek yang aktif menawarkan produk dan layanan harapannya adalah memberikan posisi merek.
Karyawan adalah salah satu operator yang paling penting dari sebuah merek. Oleh karena itu, para pengelola merek kini ditantang untuk secara kreatif memberikan dan membangkitkan inspirasi karyawan. Disini muncul beberapa anggapan bahwa ketika fungsi komunikasi ibarat pasak pada as roda, maka upaya branding karyawan makin penting dilakukan karena secara langsung kegiatan tersebut mempengaruhi kepemimpinan, inovasi, dan tanggung jawab sosial perusahaan.
Namun di sisi lain, banyak organisasi yang menyadari bahwa komunikasi internal mereka masih belum optimal. Ketidakoptimalan akan membuat gap antara yang diharapkan oleh perusahaan dan karyawannya. Karena itu, dalam konteks brand activation, menciptakan komunikasi internal menjadi sangat signifikan.
Gagasan tentang brand activation ini kemudian yang melahirkan gagasan tentang pentingnya marketing event. Sebagai alternatif dari promosi tradisional seperti periklanan dan publisitas, event kini berperan penting dalam komunikasi pemasaran. Saat ini, lebih dari 96 persen dari perusahaan-perusahaan di AS memasukkan marketing event dalam strategi promosi mereka.
Kenapa? Event merupakan alat marketing yang fokus pada pengalaman konsumen (experiential) dan mendrong terjadi proses konsumsi secara emosional dan rasional sebagai pengalaman holistik (Schmitt, 1999). Sebab seperti diketahui, pengalaman sering melibatkan aspek sensorik, emosional, kognitif, perilaku dan nilai-nilai relasional yang menggantikan nilai-nilai fungsional (Schmitt, 1999, hal. 26).
Dalam konteks ini, melalui marketing event, merek bisa berkomunikasi dengan peserta dan memberikan nilai tambah pengalaman dalam mengkonsumsi. Marketing event memberikan kesempatan kepada konsumen untuk berinteraksi secara langsung dengan perusahaan, merek, dan komunitas.
Interaksi menimbulkan kesan. Apakah kesan itu positif atau negatif, salah satunya tergantung pada apakah brand tersebut memberikan sesuatu nilai tambah seperti yang kita harapkan. Nilai tambah tersebut bisa bersifat rasional atau emosial yang kita tangkap melalui enam indera kita, apakah aroma, penglihatan, rasa, sentuhan, pendengaran dan perasaan.
Dalam beberapa tahun terakhir, para pemasar berusaha untuk mengekploitasi pengalaman konsumen berinteraksi dengan merek ini untuk meningkatkan penjualan. Pengalaman ini dikreasikan melalu berbagai macam event. Melalui event, ikatan emosional dan rasional dicoba untuk dikembangkan dengan mempengaruhi keenam indera untuk menghasilkan hubungan dengan merek dalam jangka panjang.
Saat ini, marketing event masih dipercaya sebagai titik kontak yang bisa menggetarkan titik kontak lainnya. Melalui event, pemasar bisa mengintegrasikan sebagian besar kegiatan marketing communications pada saat yang bersamaan. Itu alasannya, agar suatu event mampu mampu menggetarkan titik-titik lainnya, sebagai strategi untuk memberikan pengalaman melalui event tidak hanya melibatkan sebuah peristiwa yang berdiri sendiri.
Munculnya media sosial juga makin mengukuhkan pentingnya brand activation. Saat ini, orang tidak lagi diam. Mereka bersuara secara aktif, mempengaruhi, meyakinkan, dan dalam beberapa kasus, membuat agar konsumen tidak bingung. Konsumen sekarang memiliki pendapat sendiri yang dibangun berdasarkan pengalaman mereka selama berinteraksi dengan merek. Ini menyiratkan fenomena bahwa saat ini ada kebutuhan untuk menghubungkan emosional merek dengan konsumen pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat dan dengan cara yang benar, sehingga memotivasi komitmen konsumen.
Di sisi lain, saat ini ada kebutuhan di kalangan pengelola merek untuk mengkampanyekan mereknya dalam berbagai dimensi meningkat. Tujuan kampanye tersebut adalah agar merek benar-benar hidup di benak pelanggannya. “Konsumen saat ini kurang responsif terhadap media tradisional. Interaksinya dengan teknologi baru telah memberdayakan mereka sehingga mereka bisa mengontrol bagaimana dan kapan (suatu merek, red) dipasarkan. Merek yang tidak mengeksplorasi teknologi dan titik hubungan (connection point) baru akan kehilangan sentuhannya” (Stengel, 2004).

2 comments:

  1. terimakasih banyak, sangat membantu sekali artikelnya...

    ReplyDelete
  2. Infonya bermanfaat banget, makasih ya.
    Oh ya, sekedar informasi aja nih. Bagi yang membutuhkan Genset Syncronize untuk keperluan event atau lainnya bisa coba menghubungi kami dari Arthur Teknik.

    Terima kasih ya min.
    Salam blogger.

    ReplyDelete