Sunday, March 24, 2013

tips mengendalikan konflik

Membangun Kemitraan dan Mengendalikan Konflik


”Acuh tapi butuh” atau ”benci tapi rindu”. Kondisi inilah yang banyak terjadi dalam kemitraan antara prinsipal dan para distributornya. Hal ini terjadi bukan karena semata-mata  perbedaan  kepentingan. Tapi, di balik itu, ada masalah mendasar, bahwa kedua belah pihak  terkadang  kurang memahami  arti  kemitraan itu sendiri.
Strategi kemitraan dalam kerja sama yang panjang dan saling mendapatkan manfaat yang seimbang—dilandasi sikap ”menang-menang”—memang masih terus jadi perdebatan. Namun sesungguhnya hal ini mengandung kebenaran yang sangat hakiki, yaitu:  kemitraan membutuhkan kerja keras dan kadang perlu melampaui harapan setiap  individu yang ada di dalam organisasi itu sendiri. Tapi jika hal ini dilakukan dengan  benar, baik serta bersinergi; maka usaha tersebut sangat berguna dan manfaat yang diperoleh tak ternilai harganya.
Bukan Sekadar Transaksi
Kemitraan adalah sebuah risiko yang menguntungkan serta memberikan manfaat dan keuntungan lebih tinggi—dibandingkan jika segala sesuatunya kita laksanakan atau  operasikan sendiri. Karena itu, sudah menjadi hal mutlak untuk ditelaah dan mendapat perhatian khusus, bahwa kemitraan antara prinsipal dan distributor bukan lagi semata-mata ikatan transaksi belaka antara penjual dan pembeli, namun sudah bagian dari  strategi untuk memenangkan pertempuran dengan semakin ketatnya persaingan.
Kemitraan di dalam kerja sama distribusi ini ibarat suami-istri yang selalu diwarnai dengan api cemburu atau perbedaan pendapat. Munculnya ”konflik” dan ketegangan adalah hal yang sangat umum. Tapi solusinya tentu harus diselesaikan secara bersama bagi kebaikan kemitraan itu sendiri. Kecenderungan yang biasanya terjadi adalah masing-masing pihak bertindak atas kepentingan sendiri.
Konflik sebenarnya hal yang biasa dalam proses dan operasional kehidupan berusaha. Tidak ada yang bisa memastikan bahwa sebuah kerja sama kemitraan dapat dijalankan tanpa adanya konflik. Namun, sebelum segala sesuatunya terlambat, ada 3 (tiga) yang diperlukan hal untuk membangun kemitraan dalam perusahaan distribusi tanpa harus saling menyalahkan. Pertama, menyatukan dan mencocokkan sasaran dari masing-masing pihak, yaitu prinsipal dan para distributornya. Kedua, menyeleksi partner yang tepat; dan ketiga, mengembangkan rencana kerja bersama dengan obyektif yang spesifik, terukur, dan  wajar.
 
Tidak Saling Menyalahkan
Sebelum mendiskusikan langkah-langkah dalam kemitraan ini, untuk menghindari  konflik perlu ada pemahaman bersama bahwa: bilamana terjadi silang pendapat, perlu dipahami dan dibuat lebih spesifik tentang hal sebab-akibat serta harapan dan—lebih penting lagi—adalah apa yang harus kita perbuat.
Jadi, silang pendapat merupakan suatu fenomena yang memiliki banyak sisi, khususnya dalam konteks kemitraan antara prinsipal dan distributor. Kemitraan akan menjadi semakin kuat dan berdampak positif dengan adanya konflik yang dapat dikendalikan. Hal yang seperti ini justru menguntungkan karena akan membentuk fondasi yang kokoh, serta membuat dan mengangkat masalah yang riskan jadi muncul sehingga memiliki spirit penyelesaian secara inovatif.
Sasaran dari kemitraan sebenarnya adalah untuk menciptakan tujuan, saling tidak mengancam, serta mengkaji ulang hal yang serius dan dilema yang dihadapi. Kemitraan  sejati sudah pasti akan menghindari konflik. Tapi, bila hal ini terjadi, maka hal yang perlu dilakukan adalah sikap tidak saling menuduh, tidak melemparkan masalah—dengan kata lain, meski kesalahan dari pihak kita, namun pihak lawan dijadikan kambing hitamnya (yang kita kenal dengan peribahasa ”lembar batu, sembunyi tangan”)—serta tidak memberikan ultimatum atau menghakimi, melainkan lebih fokus pada mendengarkan dan saling pengertian.
Untuk merealisasikan hal ini, maka beberapa konteks patut juga diperhatikan di dalam melaksanakannya. Misalnya perlu memperhatikan waktu yang tepat. Waktu di mana masing-masing tidak merasa tergesa-gesa atau terganggu oleh kesibukan lain. Usahakan  pula untuk mencari tempat petemuan yang ”netral”. Hal ini semata-mata untuk memberikan efek psikologis agar tidak ada yang merasa dalam suasana tertekan atau menekan; dan untuk menjelaskan kenapa latar belakang pertemuan itu sendiri perlu dilaksanakan. Jadi, dengan kata lain, kemitraan adalah suatu hubungan relasi—bukan hanya melulu bisnis. Siapa saja yang perlu dilibatkan juga merupakan hal penting demi efektivitas sehingga pengambilan keputusan dapat segera dilaksanakan; dan yang terakhir adalah bagaimana proses mengkaji ulang hal yang perlu dipertimbangkan sebelum pertemuan dengan suasana tanpa merasa disalahkan.
Kunci kepuasan dari pertemuan itu adalah merayakan setiap sukses—walau sekecil apa pun persoalan yang dapat diatasi. Jadikanlah membangun kemitraan distribusi serta mengatasi konflik tanpa saling menyalahkan sebagai sebuah proses pembelajaraan yang sangat berguna bagi setiap individu, baik mewakili prinsipal maupun wakil dari distributor. Selamat mencoba!

motivasi tenaga penjual

Motivasi Tenaga Penjual Anda! 


Ini adalah fakta:
  1. Dari semua orang atau pegawai di perusahaan Anda, yang paling mudah untuk kehilangan motivasi adalah tenaga penjual.
  2. Dari semua profesi, salesman adalah profesi yang paling sering mengalami turnover daripada profesi lain di seluruh dunia.
Jadi, apa yang dapat diperbuat oleh perusahaan, manajer penjualan atau supervisor untuk dapat memotivasi tenaga penjual mereka dan mengurangi turnover yang tinggi itu?
Untuk menyelesaikan masalah, kita harus mengetahui penyebab dari masalah tersebut, supaya kita dapat menyediakan solusi yang tepat.
Mengapa tenaga penjual (umumnya) mudah kehilangan motivasi?
Setelah berkonsultasi dan mengadakan pelatihan ke banyak perusahaan di seluruh Indonesia, berikut adalah sebab-sebab dasar mengapa tenaga penjual (umumnya) mudah kehilangan motivasi:
1. Bukan pekerjaan pilihan mereka. Banyak orang merasa bahwa pekerjaan mereka adalah bukan profesi mereka. Hal ini terjadi khususnya di Indonesia.  Jika anak-anak ditanya soal cita-cita bila dewasa nanti, mereka memilih untuk jadi pengacara, dokter, insinyur, pilot, aktor, pramugari, model…. Tidak ada yang ingin jadi penjual. Bahkan bila ada mau menjadi penjual, pastilah tidak disetujui oleh orangtua mereka. Secara pasti, di Indonesia, profesi penjual tidak dianggap sebagai “profesi pilihan”. Bahkan, faktanya bagi kebanyakan orang, profesi penjual dianggap sebagai profesi bila sudah tidak ada pilihan lagi! Maka, seringkali para penjual tidak merasa bangga akan pekerjaan mereka. Kebanyakan dari mereka bahkan merasa malu menjadi tenaga penjual! Bila Anda memperhatikan sub judul di atas, saya menulis kata “umumnya” karena tidak semua tenaga penjual punya sifat seperti ini. Beberapa malah menjalankan pekerjaan mereka lebih serius daripada profesi lain.
2. Batu loncatan. Penyebab ini berkaitan dengan penyebab di atas. Karena banyak tenaga penjual tidak memilih untuk menjadi tenaga penjual dan hanya karena terpaksa oleh situasi yang ada, atau tidak ada pilihan lagi, mereka akhirnya menjadi tenaga penjual. Mereka menganggap profesi penjual itu hanya sebagai batu loncatan. Karena mindset mereka sudah menganggap kalau profesi penjual itu sebagai batu loncatan saja, maka jika mereka menghadapi kesulitan (tidak berhasil menjual/tidak mencapai target), mereka meninggalkan profesi tersebut dan bukannya berusaha lebih keras.
3. Karena mereka tidak menganggap serius profesi ini, mereka tidak menghabiskan cukup waktu, usaha, dan uang untuk mengembangkan diri mereka dan kemampuan mereka untuk menghadapi tantangan dalam pekerjaan ini.  Karena mereka kurang mempunyai keahlian untuk menjual secara efektif, mereka tidak mendapatkan hasil yang baik. Hal ini cenderung memperkuat mindset mereka bahwa pekerjaan ini hanyalah sebagai batu loncatan, dan bukan merupakan pekerjaan yang cocok untuk mereka.  Jadi Anda dapat melihat bahwa masalah ini hanya berputar-putar di tempat yang sama (lingkaran setan).
4. Harapan yang tidak realistis. Pada kenyataannya, kebanyakan tenaga penjual mengalami lebih banyak penolakan daripada keberhasilan. Seringkali seorang tenaga penjual harus menelepon 15–20 prospek, mendapatkan penolakan dari sekretaris sebanyak setengahnya (7–10), lalu bertemu dengan orang yang dimaksud, menunggu berjam-jam untuk bertemu orang tersebut, membuat presentasi, dan mendapat penolakan sebanyak 60% dari mereka. 40% sisanya yang masih memberikan harapan, sang penjual harus melakukan follow-up dan mendapatkan penolakan setidaknya 5–8 kali sebelum akhirnya mendapatkan order dari 3–5 orang. Kenyataannya, pada kebanyakan kasus, Anda mendapatkan pemesanan hanya setelah Anda menanyakan tentang pemesanan tersebut secara berulang-ulang, setidaknya sebanyak 6–8 kali!
Kebanyakan tenaga penjual tidak siap secara mental maupun secara emosional untuk menghadapi penolakan.  Mereka mempunyai ekspektasi yang berlebihan bahwa mereka akan mendapatkan penjualan setiap kali mereka menemui konsumen. Dan bila mereka tidak mendapatkan order (karena alasan-alasan yang umum), mereka jadi hilang harapan. Mengapa demikian? Karena tidak ada yang pernah memberitahu mereka tentang pekerjaan ini? Mengapa tidak ada yang mau berkata jujur kepada mereka? Karena bila Anda berkata jujur pada mereka, tidak akan ada yang mau menjadi tenaga penjual! Jadi Anda memberikan gambaran yang muluk-muluk tentang pekerjaan menjual dan membiarkan mereka menemukan kebenaran yang menyakitkan setelah mereka memulai pekerjaan!  Itu sebabnya banyak tenaga penjual yang mudah kehilangan motivasi karena mereka belum siap secara mental dan emosional untuk menghadapi penolakan.
5. Tidak mempunyai keahlian dasar yang diperlukan untuk menjual. Ini adalah sebab lainnya yang saya temukan. Kebanyakan perusahaan tidak pernah mengajarkan tenaga penjual mereka bagaimana cara menjual. Mereka tidak mengadakan pelatihan tentang penjualan! Perusahaan menganggap tenaga penjual mereka sudah memiliki keahlian yang diperlukan. Dalam kebanyakan kasus, bila Anda dapat berbicara dengan baik, Anda dapat menjual! Kita semua tahu bahwa itu sangat jauh dari kebenaran! Kebanyakan perusahaan hanya memberikan pelatihan tentang product knowledge kepada tenaga penjual mereka. Banyak perusahaan bahkan tidak pernah mengajarkan tenaga penjual mereka keahlian tentang menentukan tujuan!
Saya menyadari fenomena yang lain. Banyak manajer penjualan “enggan” untuk membiarkan semua tenaga penjualnya untuk menghadiri pelatihan, karena semakin banyak waktu yang terbuang di kelas pelatihan, berarti semakin sedikit waktu untuk melakukan penjualan—dan hal itu mungkin bisa membuat mereka tidak mampu mencapai target penjualan yang sudah ditetapkan!  Maka, seringkali, apabila perusahaan memberikan pelatihan penjualan untuk tenaga penjual mereka, manajer penjualan/supervisor mereka tidak ingin bawahan mereka menghadiri pelatihan tersebut! Crazy but true!
6. Tidak ada jenjang karier yang jelas untuk tenaga penjual. Banyak perusahaan tidak mempunyai jenjang karier yang jelas dan menjanjikan untuk para tenaga penjualnya. Ini adalah salah satu alasan yang menyebabkan tenaga penjual memiliki rasa harga diri yang rendah akan profesi mereka, punya mindset “batu loncatan” dalam pikiran mereka, serta tidak siap untuk menginvestasikan waktu, tenaga, dan uang untuk mengembangkan diri. Singkat kata, jenjang kariernya tidak jelas.
7. Perusahaan enggan mempromosikan tenaga penjual yang berhasil. Ini kedengarannya tidak masuk akal. Tapi nyatanya banyak manajer penjualan atau supervisor tidak siap untuk mempromosikan tenaga penjual mereka!  Mengapa? Karena dalam banyak kasus, tenaga penjual yang bagus ini menghasilkan 80% dari total penjualan tim sales mereka. Jadi bila penjual yang bagus ini dipromosikan, departemennya mungkin akan kehilangan 80% penjualan yang ada! Jadi untuk mempertahankan prestasi penjualan dan mencapai target yang ditentukan, tenaga penjual yang bagus tidak dipromosikan! Crazy? But True!
8. Manajer penjualan/supervisor yang tidak kompeten. Ada banyak manajer penjualan dan supervisor yang tidak kompeten dalam menangani tenaga penjual mereka.  Orang-orang ini menjadi manajer penjualan karena:
  • Punya hubungan dengan pemilik perusahaan (anggota keluarga).
  • Dulunya menjadi tenaga penjual, dan kemudian dipromosikan karena perusahaan sedang berkembang, dan mereka adalah kandidat satu-satunya yang ada di perusahaan itu.
  • Dipromosikan karena mereka adalah tenaga penjual yang handal (kita tahu bahwa menjual dan me-manage membutuhkan keahlian yang sama sekali berbeda—seorang tenaga penjual handal belum tentu jadi manajer penjualan yang handal).
  • Dipromosikan karena kesetiaan, kejujuran, dan pengabdian yang lama (karyawan yang setia belum tentu bisa menjadi manajer yang handal!).
Jadi, karena manajer penjualan bukanlah orang yang kompeten di bidangnya, ia tidak tahu cara me-manage, memimpin, menentukan tujuan, melatih, memberikan bimbingan, dan memotivasi semua tenaga penjualnya. Ia memang tahu bagaimana cara menjual, tetapi tidak tahu bagaimana cara melatih orang lain untuk menjual.  Ia tidak punya keahlian untuk memimpin rapat penjualan, dan  kurang memiliki kreativitas untuk menemukan solusi terhadap masalah-masalah yang dialami para tenaga penjual di lapangan. Ia sangat sukses sewaktu ia menjadi tenaga penjual, tetapi ia mengalami KEGAGALAN TOTAL sebagai manajer penjualan! Dengan manajer seperti ini, bagaimana tenaga penjual dapat termotivasi? Di dalam situasi seperti ini, siapa yang harus disalahkan?
  • Sang tenaga penjual—yang tidak memotivasi dirinya sendiri dan terlalu tergantung oleh manajer penjualannya.
  • Manajer penjualan yang tidak kompeten.
  • Perusahaan yang salah dalam mempromosikan orang.
  • Perusahaan mempromosikan orang yang benar, tetapi tidak menyediakan pelatihan yang dibutuhkan untuk manajer penjualan yang baru tersebut, agar ia dapat menjadi manajer penjualan yang efektif ?
Bagaimana memotivasi tenaga penjual Anda?
Semua sangat tergantung pada permasalahan yang ada pada perusahaan Anda, bukankah demikian? Bila Anda dapat mengidentifikasi semua penyebab yang dapat menimbulkan masalah di dalam perusahaan Anda, maka Anda setidaknya dapat mengetahui bagaimana cara untuk mengatasi masalah tersebut.
Pada artikel selanjutnya, saya akan menjabarkan solusi-solusi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi penyebab dan menyelesaikan semua masalah yang telah dijabarkan di atas.
Sementara ini, saya meminta Anda untuk secara jujur melihat situasi yang ada di dalam perusahaan Anda sendiri, dan mengidentifikasi manakah dari delapan penyebab masalah tadi yang sedang terjadi di dalam perusahaan Anda.

Motivasi Tenaga Penjual Anda! (Bagian 2)

kita telah melihat delapan alasan mengapa tenaga penjual sangat mudah untuk kehilangan motivasi. Dalam artikel kali ini, kita akan membahas cara-cara dan ide-ide tentang bagaimana mengatasi dan meminimalisir masalah ini.
Mengapa Tenaga Penjual Pada Umumnya Sangat Mudah Untuk Kehilangan Motivasi?
1. Bukan Merupakan Pekerjaan Pilihan Mereka. Pada artikel terdahulu, kita sudah mengerti bahwa kebanyakan tenaga penjual TIDAK memilih “sales” sebagai profesi mereka. Kebanyakan mereka menjadi tenaga penjual karena terpaksa atau lantaran tidak mempunyai pilihan lain lagi. Akibatnya, mereka tidak merasa bangga akan pekerjaan mereka.
Untuk mengatasi masalah ini, sales manager harus berbicara dengan setiap tenaga penjual yang baru dan menjelaskan kepada mereka apa arti dari pekerjaan menjual. Ia harus menunjukkan kepada mereka prospek karier yang bagus dari profesi menjual dan banyak orang-orang sukses yang memulai karier mereka dengan menjadi tenaga penjual.  Ia harus mampu menunjukkan kepada mereka bagaimana tenaga penjual dapat menjadi kompeten dan mampu menghasilkan penghasilan dan kualitas hidup yang baik bagi diri mereka sendiri. Dengan kata lain, ia harus dapat menanamkan kebanggaan dalam diri mereka untuk menjadi tenaga penjual.
2. Batu Loncatan. Masalah ini berkaitan dengan persoalan di atas. Karena banyak tenaga penjual tidak memilih untuk sales dan mereka “terpaksa” karena situasi dan kondisi tertentu (sudah tidak ada pilihan lagi), maka sikap mereka dalam bekerja juga hanya sebagai “batu loncatan” saja.
Karena masalah ini berkaitan dengan masalah di atas, jika sales manager mampu  menanamkan rasa bangga pada setiap tenaga penjualnya, maka masalah ”batu loncatan” ini pun akan berkurang secara signifikan. Walaupun demikian, untuk mengurangi masalah atau kebiasaan ”batu loncatan” ini, sales manager harus menciptakan tim dengan semangat yang tinggi.
3. Karena Mereka Tidak Menganggap Serius Profesi Ini. Dengan rasa bangga pada profesi dan komitmen untuk menjadi tenaga penjual yang kompeten, seorang sales manager harus memberikan dukungan kepada para tenaga penjual untuk secara terus-menerus meningkatkan kemampuannya sebagai seorang tenaga penjual yang profesional.  Sales manager harus menjadi contoh yang baik untuk terus belajar, serta menyediakan bahan-bahan pembelajaran kepada para tenaga penjualnya untuk meningkatkan kemampuan mereka, seperti buku, bahan-bahan audio dan video lainnya.

Apabila tenaga-tenaga penjual ini mempunyai kemampuan yang baik, harga diri akan profesi dan etos kerja yang positif, mereka akan secara otomatis dapat meraih hasil yang lebih baik. Dengan mencapai hasil yang lebih baik, maka akan memberikan citra positif juga kepada para penjual bahwa profesi ini adalah profesi atau karier yang menjanjikan.
4. Harapan yang Tidak Realistis. Kebanyakan penjual punya ekspektasi yang tidak realistis terhadap pekerjaan menjual mereka dan secara mental tidak siap untuk menghadapi reaksi-reaksi penolakan yang sudah biasa dialami secara mental dalam pekerjaan mereka. Karena memiliki  ekspektasi yang tidak realistis ini, mereka merasa depresi dan kehilangan motivasi bila menghadapi penolakan.  Maka dari itu, adalah tanggungjawab dari sales manager untuk mempersiapkan tenaga penjual agar secara mental terbiasa menghadapi penolakan.

Umumnya, berapa kali seorang penjual harus menghadapi penolakan sebelum ia akhirnya mendapatkan order? Tentu saja angka ini bervariasi dari industri ke industri, dan antara satu perusahaan dengan perusahan lain. Tugas sales manager adalah memberitahu tenaga penjual tentang RATA-RATA angka ini, agar mereka secara mental siap untuk menghadapi penolakan. Bagi saya, hal ini sangat penting untuk mencegah para tenaga penjual kehilangan motivasi karena hal-hal yang tidak perlu. Jadi untuk sales manager, latihlah tenaga penjual Anda secara menyeluruh akan hal ini. Bila tidak, Anda akan banyak menghadapi tenaga penjual yang kehilangan motivasi (bahkan pengunduran diri), yang seharusnya masih bisa dicegah. Ambillah tindakan segera.
5. Tidak Mempuyai Kemampuan Dasar yang Diperlukan untuk Menjual. Seperti yang pernah saya jelaskan dalam artikel yang sebelumnya, banyak perusahaan memberikan pelatihan kepada para tenaga penjual mereka tentang product knowledge, tetapi tidak tentang keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menjual. Manajer penjualan harus sadar bahwa untuk bisa menjual dengan baik, tidak hanya memerlukan 1-2 keahlian saja, tetapi BANYAK KEAHLIAN. Butuh waktu untuk mengajarkan tenaga penjual Anda akan keahlian-keahlian yang dibutuhkan ini, satu demi satu. Mereka juga perlu mempraktikkan apa yang pernah dipelajari agar bisa menjadi kebiasaan bagi mereka. Maka dari itu, sales manager harus merencanakan dan melakukan training ini dengan serius untuk semua tenaga penjual mereka, agar menjadi terlatih dan mempunyai keahlian-keahlian yang dibutuhkan selama periode tertentu.

Pelatihan ini tidak bisa dilakukan hanya sekali saja, tetapi harus menjadi pelatihan yang berkelanjutan untuk pengembangan diri para tenaga penjual. Pelatihan tentang keahlian dalam menjual harus merupakan komitmen dalam jangka panjang. Tentu saja sales manager yang skeptis akan kegunaan dari pelatihan ini dan tidak mengijinkan para tenaga penjualnya untuk menghadiri pelatihan ini, layak mendapatkan hasil yang buruk, layak untuk mendapati banyak tenaga penjualnya yang kehilangan motivasi dan berhenti dari pekerjaannya. Sungguh konyol bila mengharapkan orang yang tidak terlatih dengan baik bisa meraih hasil gemilang. Hal itu sama saja dengan mengharapkan seorang atlit menggondol medali emas, tetapi tanpa latihan.
6. Tidak Ada Jenjang Karir yang Jelas untuk Profesi Penjual. Para penjual sama seperti manusia lainnya. Mereka menginginkan jaminan keamanan dalam pekerjaan mereka. Mereka ingin tahu kenapa setelah melakukan usaha terbaik, ternyata kerja keras mereka tidak dilirik oleh pihak manajemen. Maka dari itu, perusahaan-perusahaan harus menunjukkan jenjang karier yang jelas kepada para penjualnya.  Tentu saja tidak semua tenaga penjual berhak atau mempunyai kualifikasi menjadi manajer penjualan, dan lain-lain.  Beberapa dari mereka ahli dalam menjual, tetapi buruk dalam me-manage, sebab menjual dengan me-manage membutuhkan keahlian dan mindset yang SAMA SEKALI BERBEDA.  Bagi tenaga penjual yang memiliki kualifikasi dalam me-manage dan ingin untuk menapaki tangga perusahaan, mereka minimal harus mengetahui jenjang karier yang tersedia, dan kualifikasi apa saja yang harus dimiliki untuk dapat mencapai posisi tersebut. 

Jenjang karier alternatif juga tersedia bagi tenaga penjual yang tidak menginginkan posisi manajemen, karena mereka sangat menikmati pekerjaan menjual dan sadar bahwa mereka tidak punya keahlian di bidang manajemen. Sudah pasti, Anda tidak berharap para penjual ini berada di posisi yang sama selamanya! Anda harus merancang sistem peringkat yang dinamakan kategori “Super Salesman”. Para penjual ini mendapatkan kompensasi dan keuntungan yang sama dengan yang didapatkan para supervisor/manajer penjualan, tetapi pekerjaan mereka pada dasarnya tetap sebagai penjual. Dengan menyediakan dua alternatif jenjang karier ini, para tenaga penjual bisa: (1) memilih jenjang karier mana yang sesuai; (2) mempelajari persyaratan dan kualifikasi apa saja yang harus punyai; dan (3) mengetahui bagaimana karier mereka akan berkembang, bila mereka tetap melakukan apa yang mereka lakukan dan menikmati pekerjaan terbaik mereka—menjual!
7. Perusahaan Enggan Mempromosikan Tenaga Penjual yang Handal. Kita telah mengetahui mengapa pihak perusahaan dan manajer penjualan enggan mempromosikan tenaga penjual mereka. Perusahaan harus mempunyai sistem yang memungkinkan para tenaga penjual dapat mengajukan surat permohonan untuk dipromosikan kepada pihak HRD perusahaan. Bagian HRD selanjutnya harus memeriksa secara serius permohonan ini, apakah tenaga penjual tersebut memenuhi persyaratan dan kualifikasi yang dibutuhkan, lalu meneruskannya kepada manajer penjualan. Bagi saya, hal ini sulit untuk dilakukan karena manajer penjualan harus bersedia melakukan pengorbanan dalam jangka pendek untuk kebaikan staf-staf yang menjanjikan tersebut.
8. Manajer Penjualan/Supervisor yang Tidak Kompeten.
Sudah jelas, bila manajer penjualan tidak kompeten, tidak banyak yang dapat ia perbuat untuk membela dirinya sendiri! Direktur penjualan atau top management harus jeli melihat itu. Gejala itu bisa terlihat jelas saat performance para penjual yang baik tengah merosot, dan mengakibatkan penurunan performance tim secara keseluruhan, lalu terjadi tingkat turnover yang tinggi pada jabatan sales. Bila hal-hal ini terjadi, itu adalah pertanda yang jelas bahwa manajer penjualan tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Waktunya top management untuk mengambil alih, dan berbicara dengan si manajer dan para tenaga penjual, untuk mencari kebenaran masalahnya. Jadi top management harus membuka mata lebar-lebar untuk memeriksa apakah departemen penjualan membutuhkan perhatian dan tindakan segera!
Walaupun performance para tenaga penjual secara individu berada di tangan masing-masing, Sekarang terlihat jelas bahwa peran manajer penjualan juga sangat PENTING. Jadi, wahai para manajer penjualan, jalankanlah peran Anda.
Until then, Happy Selling !!

tips meningkatkan penjualan

Tips Meningkatkan Penjualan: Pelajari Keahlian Ini dan Penjualan Anda Akan Naik Dua Kali Lipat! 


Saya telah melatih banyak tenaga penjual selama bertahun-tahun. Saya mengamati mereka melakukan kegiatan role-playing di dalam kelas, dan seringkali saya juga mengikuti mereka sewaktu mengunjungi pelanggan untuk melakukan penjualan. Saya mengamati bagaimana mereka menjual. Beberapa melakukannya dengan sangat baik, beberapa sangat percaya diri, beberapa melakukannya dengan mulus, dan beberapa orang lagi menguasai product knowledge mereka dengan baik. Banyak tenaga penjual merasa kurang efektif dalam menangani keluhan pelanggan. Secara konsekuen, mereka sangat memperhatikan dan melakukan banyak usaha untuk mengembangkan kemampuan dalam menangani keluhan pelanggan secara efektif.
Usaha mereka membuahkan hasil, mereka berkembang, performance penjualan mereka meningkat, mereka senang, bos mereka senang, dan semua orang senang. Tetapi bagi saya, hal tersebut hanyalah 45-60% dari seluruh kemampuan atau potensi mereka. Sewaktu saya mengamati para penjual ini dalam melakukan presentasi penjualan, mereka sebenarnya dapat menutup penjualan dua kali lebih banyak atau dua kali lebih cepat, bila mereka mampu mengembangkan satu keahlian yang lain ini. Masalah yang ada pada KEBANYAKAN tenaga penjual adalah: mereka tidak tahu kapan saatnya untuk BERHENTI BICARA! Seringkali saya hampir saja menginterupsi dan memberitahu tenaga penjual tersebut untuk DIAM dan segera MENUTUP PENJUALAN!
Ada satu keahlian yang dilewati oleh banyak tenaga penjual. Kebanyakan dari mereka bahkan tidak pernah menyadari hal ini! Itu dia sebabnya mengapa mereka melewatinya. Dan karena tidak menyadari dan melewatinya, mereka menjadi tidak efektif dalam melakukannya. Karena mereka tidak efektif dalam melakukannya, maka bisa berakibat buruk pada performance penjualan mereka.
Apakah keahlian yang sangat penting ini? Ini adalah kemampuan seorang tenaga penjual untuk mengamati, mengenali dan mendeteksi buying signal dari pelanggan—mata dan bahasa tubuh dari pelanggan yang mengatakan bahwa ”saya siap untuk membeli”.
Tetapi sebelum kita menuju ke topik tersebut secara detil, ada 2 prinsip yang harus diketahui oleh setiap tenaga penjual.
Prinsip No. 1
Bila pelanggan tidak yakin akan perasaannya, bila ia tidak yakin 100% apakah ia akan melakukan pembelian atau tidak, jawaban yang akan diberikan biasanya adalah ”tidak”.
Maka, bila pelanggan merasa tidak yakin, seringkali ia akan mencari rasa aman atau bahkan sedikit ”dorongan” dari si penjual untuk meyakinkannya dalam mengambil keputusan dan melakukan pembelian.
Bila si penjual gagal mendeteksi hal ini, tidak berusaha meyakinkan, dan tidak melakukan sedikit ”dorongan”, maka si pelanggan akan tetap tidak yakin. Dalam keadaan tidak yakin ini, kebanyakan mereka akan mengatakan ”tidak”, atau ”saya akan pikir-pikir dulu”, dan lain-lain… Demikianlah, maka kesempatan untuk dapat melakukan penjualan akan hilang!
Jadi, adalah merupakan tanggungjawab si penjual untuk dapat mendeteksi sinyal-sinyal ini (untuk berhenti berbicara!), dan untuk memberikan pelanggan sedikit ”dorongan” dan dukungan yang diperlukan untuk bisa melakukan pembelian. 
Prinsip No. 2
Kebanyakan dari pelanggan yang sudah memutuskan untuk membeli tidak akan mengatakan secara eksplisit ”oke, saya akan membelinya!” Walaupun dalam hati mereka sudah mengatakan demikian, mulut mereka tidak mengatakannya.
Maka, bila seorang tenaga penjual menunggu pelanggan untuk mengatakan secara eksplisit ”oke, saya akan membeli”, kebanyakan dari mereka akan KEHILANGAN penjualan!
Bukanlah tanggung jawab pelanggan untuk mengatakan ”oke, saya akan membeli”. Itu adalah tanggung jawab si penjual untuk mendeteksi hal ini dari mata dan bahasa tubuh si pelanggan, lalu menutup penjualan tersebut. Pada waktu penjual mampu mendeteksi buying signal ini, kebanyakan ia TIDAK AKAN menemukan hambatan yang berarti dari pelanggan!
Ini adalah dua prinsip yang sangat sederhana, tetapi sangat penting dan fundamental dalam melakukan penjualan. Namun anehnya masih banyak tenaga penjual yang tidak sadar akan hal ini. Banyak tenaga penjual akhirnya menyadari hal ini setelah mendapatkan pengalaman menjual selama bertahun-tahun. Bayangkan berapa banyak penjualan yang hilang dan berapa banyak uang, order yang telah ”lepas” karena mereka tidak menyadari 2 prinsip dalam perjalanan karier menjual mereka!
Itulah sebabnya bila Anda menyadari, mengerti, dan menguasai dengan baik keahlian yang satu ini, Anda akan dapat dengan mudah melipatgAndakan rasio penjualan!
Oke, jadi sekarang setelah Anda mengerti kedua prinsip ini, bagaimana Anda mendeteksi buying signal dari pelanggan tersebut? Teknik-teknik yang akan saya jelaskan di sini adalah universal dan sangat umum. Tentu saja mereka akan bervariasi dari tempat ke tempat lain, dan dari orang yang satu ke orang yang lain. Tetapi, umumnya dapat diterapkan pada mayoritas populasi yang ada.
Berikut adalah beberapa bahasa tubuh umum yang dapat memberikan Anda ide tentang kesiapan pelanggan untuk melakukan pembelian:
  1. Gerakan singkat dan tidak beraturan. Pelanggan menunggu Anda mengajukan pertanyaan kepadanya untuk melakukan pembelian. Bila melihat sinyal ini, BERHENTILAH berbicara mengenai produk, fitur-fitur, dan keuntungan dari produk Anda.  Hentikan presentasi. Mintalah kepadanya untuk membeli. Ia telah siap untuk membuat keputusan. Bila Anda gagal membaca sinyal ini, dan Anda terus berbicara, maka Anda akan kehilangan penjualan!
  2. Melihat keluar jendela, atau ke tempat yang jauh. Bila melihat pelanggan Anda mempunyai tatapan yang kosong ke luar jendela, atau sedang melihat ke tempat yang jauh, janganlah panik, dan jangan putus asa. Terutama, janganlah berasumsi bahwa pelanggan tersebut tidak tertarik karena dia melihat keluar jendela! Sebaliknya, pelanggan sedang berpikir bagaimana ia dapat mengatur atau mempertimbangkan skenario-skenario, bila ia benar-benar melakukan pembelian. Sebagai contoh, ia mungkin sedang berpikir bagaimana nanti mengatur keuangannya, bagaimana reaksi ibu mertuanya, dan lain-lain. Ia sudah memutuskan untuk melakukan pembelian. Ia hanya sedang memikirkan bagaimana situasi-situasinya nanti. Hentikanlah presentasi dan bantulah dia memutuskan untuk membeli! Bila Anda terus berbicara, Anda akan kehilangan penjualan Anda!
  3. Kedua kaki di lantai, kedua tangan di atas meja. Ini adalah yang paling universal, paling mudah untuk dideteksi, bahwa si pelanggan sangat, sangat tertarik, dan 90% siap untuk melakukan pembelian! Bila Anda gagal membaca buying signal ini dan Anda terus berbicara, Anda sangat pantas untuk kehilangan penjualan! Ini adalah buying signal yang tidak mungkin dilewatkan! Mulai saat ini, perhatikan dengan seksama bagaimana pelanggan memposisikan tangan dan kaki mereka. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi performance penjualan Anda!
  4. Bersandar ke belakang, tangan dilipat, tidak berbicara, atau hanya berbicara dengan ringan. Ini adalah indikasi bahwa si pelanggan tidak ingin untuk membeli. Anda masih harus bekerja keras lagi.
Inilah 4 buying signal yang paling dasar. Anda harus membacanya sekali lagi dan lagi (setidak-tidaknya dua kali lagi). Biasakanlah membaca sinyal-sinyal ini dan mulai berlatih dalam 2-3 minggu ke depan. Anda akan terkejut karena nantinya dapat membaca pelanggan Anda dengan sangat baik. Setelah Anda menguasai dengan baik keempat buying signal ini, dan penjualan Anda telah meningkat sedikit (belum dua kali lipatnya!), maka Anda akan siap untuk tahapan “buying signals” berikutnya. Bahkan ada lebih banyak lagi buying signals yang dapat Anda pelajari sebagai seorang tenaga penjual.  Kita akan membahas tentang itu di artikel yang mendatang.

Tips Meningkatkan Penjualan: Pelajari Keahlian Ini dan Penjualan Anda Akan Naik Dua Kali Lipat! (Bagian 2)

Saya harap Anda mempunyai waktu untuk melatih beberapa teknik yang saya jelaskan pada bagian pertama, Tips Meningkatkan Penjualan: Pelajari Keahlian Ini dan Penjualan Anda Akan Naik Dua Kali Lipat! (Bagian 1). Saya juga berharap Anda sudah mengamati dan menemukan bahwa prinsip 1 dan 2 yang telah dijelaskan pada bagian pertama seringkali membuat Anda berhasil pada waktu Anda sedang mencoba untuk menjual sesuatu kepada pelanggan.
Untuk para pembaca yang tidak sempat membaca bagian pertama, ini ringkasannya.
Prinsip No. 1
Bila konsumen merasa tidak yakin dengan perasaannya, bila ia tidak yakin 100% apakah ia harus membeli atau tidak, biasanya jawaban yang akan diberikannya adalah ”tidak”. Maka, seringkali ia mencari rasa aman dan bahkan sedikit ”dorongan” dari si penjual untuk membantunya membuat keputusan melakukan pembelian.
Jika si penjual gagal mendeteksi hal ini dan tidak berusaha untuk meyakinkan atau memberikan sedikit ”dorongan”, maka si pelanggan akan merasa ragu-ragu. Dalam kondisi yang ragu-ragu, seringkali ia akan menjawab ”tidak”, atau ”nanti saya pikirkan lagi”, dan lain-lain… lalu kesempatan untuk melakukan penjualan akan hilang!
Jadi, adalah merupakan tanggung jawab si penjual untuk mendeteksi sinyal-sinyal ini (untuk berhenti berbicara!) dan memberikan sedikit ”dorongan” kepada si pelanggan agar ia dapat melakukan pembelian.
Prinsip No. 2
Kebanyakan pelanggan yang telah memutuskan untuk membeli tidak akan secara eksplisit mengatakan, ”Oke, saya akan membeli!” Walaupun hati mereka sudah mengatakan ”oke”, bibir mereka tidak akan mengatakannya.
Maka, jika si penjual tetap menunggu si pelanggan untuk secara eksplisit ”oke”, seringkali si penjual akan KEHILANGAN penjualan!
Bukan merupakan tanggung jawab pelanggan untuk mengatakan ”Oke, saya akan membeli”. Adalah tanggung jawab si penjual untuk mendeteksi hal ini dengan cara mengamati mata dan bahasa tubuh si pelanggan, lalu menutup penjualan. Jika penjual mampu mendeteksi sinyal-sinyal ini, ia tidak akan menemukan hambatan berarti dari pelanggan!
Saya sudah melatih banyak tenaga penjual selama bertahun-tahun. Saya amati mereka melakukan role-playing di kelas, dan seringkali saya ikuti mereka sewaktu mengunjungi pelanggan. Saya amati bagaimana mereka menjual. Banyak tenaga penjual merasa kurang efektif dalam menangani keluhan pelanggan. Secara konsekuen, mereka berusaha mengembangkan kemampuan dalam menangani keluhan pelanggan dengan efektif.
Usaha mereka membuahkan hasil, mereka berkembang, performa penjualan mereka meningkat, mereka senang, dan bos mereka pun senang. Tetapi bagi saya, hal itu baru 45-60% dari seluruh potensi mereka. Sewaktu saya amati presentasi mereka, sebenarnya mereka bisa menutup penjualan dua kali lebih banyak atau dua kali lebih cepat, bila mereka mampu mengembangkan satu keahlian lain. Masalahnya: kebanyakan tenaga penjual tidak tahu kapan saatnya untuk BERHENTI BICARA! Acap kali saya hampir saja menginterupsi dan memberitahu mereka untuk DIAM dan segera MENUTUP PENJUALAN!
Ada satu keahlian yang dilewati oleh banyak tenaga penjual. Kebanyakan mereka bahkan tidak pernah menyadarinya! Karena itulah mereka melewatinya. Akibatnya, mereka jadi tidak efektif melakukannya. Lantaran tidak efektif, maka dampaknya bisa buruk pada performa penjualan mereka.
Apakah keahlian yang sangat penting tersebut? Ini adalah kemampuan tenaga penjual untuk mengamati, mengenali dan mendeteksi buying signal dari pelanggan—mata dan bahasa tubuh pelanggan yang mengatakan bahwa ”saya siap untuk membeli”.
Dalam bagian pertama, saya sudah mendeskripsikan empat ”buying signal” umum yang harus dipelajari sewaktu mereka berbicara dengan pelanggan. Dalam bagian kedua ini saya akan memaparkan lebih banyak lagi buying signal yang dapat membantu Anda mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh pelanggan dan kapan Anda harus berhenti bicara lalu menutup penjualan:
5. Suami dan istri saling berpandangan satu sama lain.  Setelah Anda menyelesaikan presentasi, pasangan suami istri saling berpandangan seakan bertanya, ”Bagaimana menurutmu?” Bila Anda melihat sinyal tersebut, ini adalah suatu tanda yang sangat jelas bahwa mereka berdua secara prinsip SETUJU (setidaknya mereka tidak mempunyai keberatan yang berarti). Ini adalah kabar sangat baik untuk si penjual! Ingat prinsip nomor 2—mereka tidak akan secara eksplisit mengatakan ”ya”. Mereka akan menunggu sampai salah satu (suami atau istri) mengatakan sesuatu.
Kebanyakan, mereka akan akan berkata ”tidak” (prinsip nomor 1), dan Anda akan berada dalam masalah! Jadi JANGAN TUNGGU sampai itu terjadi! Bila Anda melihat sinyal ini, HENTIKAN presentasi. Mendekatlah, gunakan suara normal dan menyenangkan (dengan sedikit senyuman), lalu katakan, ”Bapak Anton, bagaimana kalau Bapak mencoba produk kami?” Bantulah dia membuat keputusan untuk membeli! Bila Anda hanya menunggu jawaban dengan pasif, Anda akan kehilangan penjualan!
6. Pelanggan mengetuk-ngetukkan jari-jarinya ke meja. Setelah Anda menyelesaikan presentasi, si pelanggan mengetuk-ngetukkan jari ke meja.  Ini adalah sinyal yang sangat jelas bahwa ia sedang BERPIKIR—apakah dia akan melakukan pembelian atau tidak. Jika Anda menunggu sampai dia mengatakan sesuatu, seringkali dia akan mengatakan ”tidak” (prinsip nomor 1), dan Anda akan berada dalam masalah!
Jadi bila Anda melihat pelanggan mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja, itu adalah buying signal. HENTIKAN presentasi, mendekatlah, gunakan suara normal, lembut dan menyenangkan (dengan sedikit senyuman) dan katakan, ”Bapak Anton, bagaimana kalau Bapak mencoba produk kami?” Jangan hanya menunggu dengan pasif sampai dia mengucapkan sesuatu. Bantu dia membuat keputusan untuk membeli!
7. Pelanggan menarik nafas dan melihat ke bawah ke arah meja.  Ini adalah variasi dari nomor 6 tadi. Jadi, bila Anda melihat pelanggan melakukan hal tersebut, ini adalah sinyal jelas bahwa dia sedang BERPIKIR—apakah dia membeli atau tidak. HENTIKAN presentasi, mendekatlah, gunakan suara normal, lembut dan menyenangkan (plus sedikit senyuman) dan katakan, ”Bapak Anton, bagaimana kalau bapak mencoba produk kami?” Bantulah dia membuat keputusan untuk melakukan pembelian! Jika Anda hanya menunggu dengan pasif sampai dia berkata sesuatu, Anda bakal kehilangan penjualan!
8. Pelanggan terlihat gugup. Buying signal lain yang jelas adalah jika setelah Anda menyelesaikan presentasi, si pelanggan membasahi bibirnya, memainkan tangannya, mengganti posisi duduknya, bermain-main dengan rambutnya, menyentuh telinganya, memainkan cincin di tangannya, memainkan rokoknya, dan lain-lain. Ini semua adalah sinyal yang jelas bahwa si pelanggan tidak dapat dan merasa takut membuat keputusan. Dia perlu bantuan! Jadi HENTIKAN presentasi Anda, mendekatlah, gunakan suara normal, lembut dan menyenangkan (dengan sedikit senyuman), lalu katakan, ”Bapak Anton, bagaimana kalau bapak mencoba produk kami?” Bantulah dia membuat keputusan!
9. Pelanggan menanyakan pertanyaan yang sama. Jika setelah presentasi, pelanggan menanyakan pertanyaan yang sudah dia tanyakan sebelumnya, dan sudah Anda jawab juga sebelumnya, ini merupakan buying signal yang lain. Pelanggan meminta klarifikasi dan konfirmasi final dari Anda. Jawablah pertanyaan ini dengan yakin dan isilah formulir pemesanan dengan yakin pula. Perjanjian sudah selesai! Sungguh mengejutkan bahwa banyak penjual melewatkan peluang ini dengan terus menjelaskan produknya, atau tetap menunggu jawaban ”ya” dari pelanggan dengan pasif. Mengapa menunggu? Si pelanggan sudah yakin 85%!  Isilah formulir pembeliannya!
Jadi Anda telah mempelajari 5 buying signal yang lain. Buying signal ini terjadi setiap hari di depan mata kita sendiri. Mata yang tak terlatih akan melewatkan kesempatan tersebut dan terus-menerus kehilangan penjualan. Mata yang terlatih akan mampu mendeteksi semuanya dan akan menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk menutup penjualan.
Bila Anda sudah menguasai keahlian ini, Anda akan menutup lebih banyak penjualan, menutup penjualan dengan lebih cepat, pulang lebih cepat dengan membawa lebih banyak uang!

strategi produktivitas sales

Strategi Meningkatkan Produktivitas Salesforce



Bila kita melihat berbagai karya tulis, buku, bahkan program internal perusahaan, terdapat banyak sekali kiat dan strategi untuk meningkatkan penjualan dan menambah pangsa pasar yang difokuskan kepada kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Hal tersebut memang mutlak dilakukan oleh semua industri, terlebih-lebih industri yang bergerak di bidang jasa. Tak heran dalam publikasinya, baik secara internal maupun eksternal, perusahaan-perusahaan besar mencanangkan bahwa mereka betul-betul berperan aktif dalam memuaskan pelanggannya.
Sekarang muncul pertanyaan ”iseng”: apakah cukup di dalam meningkatkan penjualan dan loyalitas para pelanggan, hanya konsumen akhir saja yang dipuaskan?
Bagi perusahaan yang bergerak di bidang distribusi, tentunya tidaklah cukup cuma dengan memenangkan pertempuran, mendapatkan penjualan optimal, dan meningkatkan pangsa pasar. Sebab, ada pihak lain lagi—yang terkait secara langsung dan sangat erat—yang perlu juga mendapatkan porsi harus dipuaskan. Yang pertama adalah para perantara: pedagang besar, pengecer, agen, dan lain-lain (hal ini pernah kita bahas). Yang kedua, dan tidak kalah pentingnya, strategi meningkatkan penjualan haruslah melibatkan secara langsung peningkatan produktivitas jajaran penjualnya!
Empat Strategi
Pada dasarnya setiap manusia ingin mendapatkan kepuasan dalam kegiatan  sehari-harinya. Apakah itu aktivitas sosial, belajar, berkeluarga, begitu juga  dalam bekerja atau menjalankan profesinya. Ada 4 (empat) strategi yang harus diperhatikan perusahaan dalam membuat kebijakan agar produktivitas jajaran penjual (sales force) bisa terjaga dan bahkan ditingkatkan terus-menerus.
Pertama, kepuasan atas pencapaian insentif. Hal ini sangat penting. Sebuah skema insentif haruslah benar-benar efektif, memotivasi, dan wajar. Maksud efektif di sini adalah skema yang dibuat perlu disesuaikan dengan sasaran yang ingin dicapai perusahaan. Umumnya, perusahaan memiliki beragam objektif seperti: meningkatkan penjualan, meningkatkan jumlah pelanggan, menambah rasio pelanggan terdaftar yang aktif, meningkatkan waktu kunjungan efektif, meningkatkan tagihan, meningkatkan penjualan produk baru, meningkatkan pemerataan distribusi produk tertentu, memperbaiki rasio produk fast moving vs medium moving vs slow moving, menambah frekuensi order, memperbaiki pacing penjualan mingguan agar tidak membengkak di minggu akhir, dan lain-lain.
Dengan demikian, sasaran yang ingin dicapai oleh perusahaan merupakan suatu pilihan. Makanya, strategi maupun skema yang dibuat perlu disesuaikan dengan sasaran yang ingin diraih. Belum lagi jika kita memasukkan faktor waktu yang ingin dicapai: apakah mingguan, bulanan, triwulan, semester atau tahunan. Atau jika mempertimbangkan antara rasio gaji tetap dengan insentif minimum dan rasio ketercapaian.
Kedua, kepuasan atas perhatian dan penghargaan manajemen. Di samping faktor pertama tadi, yang perlu dikaji juga adalah kepuasan akan  penghargaan. Ini merupakan morale booster yang efektif. Penjual diberikan apresiasi bila melampaui target yang tinggi, mendapat ucapan terima kasih kala mencapai target; diberikan bantuan dan pengarahan saat menghadapi  kesulitan; serta mengadakan pertemuan pribadi dengan pihak keluarga (anak/suami/istri), ada saat kebersamaan, dan tidak selalu formal.
Ketiga, kepuasan atas pengembangan karier. Sangat disayangkan, masih banyak perusahaan melihat salesman sebagai “jabatan abadi”. Pihak manajemen kurang memperhatikan pengembangan karier, kurang memberikan anggaran yang cukup untuk pelatihan para ujung tombak ini.  Ironisnya, masih juga muncul paradigma: “kalau dibikin pintar, nanti keluar; capek-capek ditraining dan buang  biaya, tapi akhirnya dibajak pesaing”.
Perlu disadari bahwa pelatihan tidak kelihatan hasilnya secara instan. Pelatihan adalah investasi, seperti halnya kita membeli gedung, kendaraan,  komputer, dan itu semua adalah aset perusahaan. Jadi bisa dikatakan, pelatihan merupakan proses jalur karier yang harus dipersiapkan secara komprehensif, terencana, dan membutuhkan biaya. Di sinilah pentingnya peran bagian pengembangan SDM.
Keempat, kepuasan atas perhatian dan relasi pelanggan. Selain ketiga  faktor di atas, kita perlu juga memperhatikan hal ini: bagaimana seorang pimpinan sering-sering ”turba”, mengunjungi pelanggan secara teratur, meningkatkan hubungan—baik dalam rangka relasi bisnis maupun hubungan pribadi—dengan jajaran penjualnya. Jadi tidak hanya selalu bicara “target-target dan target” tanpa mengenal pelanggannya lebih dalam, tanpa punya hubungan kontak langsung, tanpa memahami kesulitan dan keterbatasan yang ada, atau tanpa memberikan contoh aktual di lapangan.
Nah, kalau keempat hal ini benar-benar dipahami dan dapat dilaksanakan secara konsisten, niscaya mencapai target penjualan bukanlah sesuatu yang sulit! Kesimpulannya, strategi untuk meningkatkan penjualan dan meningkatkan loyalitas pelanggan mensyaratkan tiga kepentingan yang harus sama-sama dipuaskan, yaitu: kepuasan pelanggan/konsumen akhir, kepuasan para perantara/pedagang, dan kepuasan jajaran penjualnya. Semoga berhasil!

Dari Mana Memulai Greeting?

Greeting adalah salah satu ciri-ciri memberikan service excellence dan semestinya dimulai dari dalam internal perusahaan dan diteruskan ke external customers.  Jika ini dilakukan berulang-ulang dengan kesungguhan atau sincerity yang dalam di internal perusahaan, maka memberikan salam bukan lagi hal yang memalukan dan terkesan canggung.  Bahkan jika tidak memberikan salam terasa ada yang kurang berkenan.
Greeting adalah bentuk courtesy atau keramah-tamaan.  Dengan greeting, nada bicara bisa dikendalikan dari awal.  Layaknya seperti ketika kita mau menyanyi, kita mencari tangga lagu yang pas dengan nada suara. Demikian pula greeting merupakan nada bicara yang sangat penting untuk menentukan pitch dan intonasi.
Sedemikian pentingnya greeting ini sehingga beberapa perusahaan kembali mengingatkan karyawannya untuk menyapa satu dengan yang lain ketika berpapasan. Saya teringat ketika mengunjungi salah satu perusahaan klien beberapa waktu lalu. Di setiap sudut ruang yang dilalui banyak karyawan, terpampang standing banner berisi imbauan untuk saling mengucapkan salam.  Kelihatannya sederhana dan menggelikan.
Salam memang sederhana. Namun kita yang terus menerus bertemu seseorang atau sekelompok orang, sering bersikap ’take it for granted’.  Mungkin sesuatu yang tidak sengaja dilupakan tapi dianggap tidak perlu lagi dilakukan terutama untuk orang-orang yang sangat dekat dengan kita.  Sering kita mendengar ”a..lah.. jangan terlalu formal lah”.  Greeting sering dikaitkan dengan formalitas.
Banyak juga atasan yang enggan menyapa bawahan dengan memberikan greeting secara lengkap.  Katanya sih untuk ’jaim’ alias ’jaga image’. Nah sikap seperti inilah yang sering membuat budaya greeting sedikit demi sedikit dan hari demi hari hilang dan suatu saat menjadi lenyap.  Jika sudah lenyap maka yang muncul adalah budaya yang kurang ’respect’, bicara dengan nada tinggi dan bicara dengan cara kurang profesional.
Greeting adalah budaya. Ada perusahaan yang memiliki ciri khas di mana setiap karyawan, atasan, dan bawahan ketika bertemu muka mengucapkan salam ’Hallo, selamat pagi apa kabar?’.  Namun jika ditelaah lebih lanjut ini hanya ucapan ’tanpa makna’.
Ada yang mengucapkannya dengan cepat, menatap sebentar tanpa mempedulikan menerima jawaban atau tidak. Parahnya ada yang sambil berlalu mengucapkannya.  Sekali lagi rutinitas memang membuat kita kurang menghargai apa yang dihadapi sehari-hari. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya jika Anda mendesain suatu program untuk mengembalikan greeting yang pernah ada tapi sudah hilang sekarang.  Selamat bekerja. 

sukses merekrut tenaga penjual handal

Top Hiring 

 
Fakta mengenai bagaimana perusahaan yang fokus pada sales sukses merekrut tenaga penjual mereka: Kebanyakan perusahaan merekrut karyawan top hanya 25% dari keseluruhan karyawan yang ada.

Ini berarti, dari 100 karyawan yang bekerja di suatu perusahaan, hanya 25 dari mereka yang unggul dalam per formanya. Karyawan dengan performa unggul ini adalah mereka yang mempunyai karakter positif, mempunyai inisiatif, selalu proaktif, dan secara konsisten memberikan lebih dari yang diharapkan. Dengan kata lain, mereka adalah “bintang” di kantor. Dalam kasus tenaga penjual, ini adalah para penjual yang secara konsisten mencapai dan melebihi target yang ditetapkan.
Jika hanya 25% yang menjadi karyawan top, berarti 75% sisanya adalah karyawan dengan performa rata-rata, atau lebih buruk lagi, penjual di bawah standar. Bagaimana suatu perusahaan bisa unggul dan mencapai prestasi bagus jika kebanyakan karyawan adalah golongan rata-rata atau bahkan di bawah standar?
Tentu saja, fakta lain yang juga benar adalah di dalam tim penjualan mana pun, 25% penjual adalah penjual top. Sementara sisanya adalah penjual rata-rata dan bahkan berada di bawah standar.
Saya tegaskan kembali:
Dalam kebanyakan perusahaan, hanya 25% karyawan (atau tenaga penjual) yang memiliki performa top.
Dengan demikian, otomatis dalam perusahaan tersebut, 75% (mayoritas) karyawan atau tenaga penjual mereka hanya memiliki performa rata-rata atau bahkan di bawah standar.
Jika realita ini umum ditemui di kebanyakan perusahaan, ada kemungkinan yang sangat besar bahwa perusahaan Anda pun adalah sama saja!
Lalu, bagaimana mungkin Anda bisa maju dengan kondisi seperti ini? Apakah Anda hendak melanjutkan dengan kondisi rata-rata ini hingga tahun baru nanti? Apakah solusinya?

Top Hiring (Bagian 2)

Apakah solusinya?
Berhentilah menerima kenyataan bahwa memiliki hanya 25% karyawan top di dalam tim adalah suatu hal yang umum! Berusahalah agar punya 90% karyawan top di dalam tim! Perusahaan-perusahaan terbaik berusaha keras supaya bisa memiliki 90% karyawan berperforma top!
Dapatkah Anda bayangkan bagaimana performa penjualan perusahaan Anda bisa meningkat pesat jika 90% dari tim penjualan adalah penjual yang performanya top? Dapatkah Anda bayangkan berapa banyak ide cemerlang yang bisa diciptakan dalam meeting mingguan jika 90% dari penjual Anda adalah penjual yang performanya top?
Dapatkah Anda bayangkan berapa banyak klien baru berkualitas tinggi yang bisa didapat setiap bulan jika 90% dari penjual Anda adalah penjual yang performanya top?
Dapatkah Anda bayangkan berapa banyak kontrak jangka panjang bisnis yang bisa dihasilkan setiap bulan jika 90% dari penjual Anda adalah penjual yang performanya top? Dapatkah Anda bayangkan berapa banyak aktivitas penjualan dan pemasaran inovatif yang bisa dikelola dengan sukses jika 90% dari penjual Anda adalah penjual yang performanya top?
Ya, performa penjualan Anda akan meningkat pesat dan mengelola tim dengan performa top ini akan sangat menyenangkan dan menghasilkan energi yang tinggi. Rasanya seperti menjadi pelatih dari Barcelona FC!
Jadi, satu-satunya rintangan yang menghalangi Anda untuk menjadi manajer penjualan top dan pekerjaan impian adalah 75% karyawan rata-rata dan di bawah standar yang bernaung di dalam tim! Merekalah yang menyeret Anda ke bawah. Merekalah yang membuat pekerjaan Anda seperti mimpi buruk! Tapi tunggu dulu, bukankah Anda sendiri yang menerima kenyataan bahwa memiliki 75% karyawan rata-rata dan di bawah standar di dalam tim adalah sesuatu yang normal?
Jadi, masalahnya bukanlah pada 75% karyawan rata-rata dan di bawah standar yang ada di dalam tim tersebut. Masalahnya adalah Anda sendiri. Atau lebih spesifiknya, ekspektasi dan standar Anda sendiri yang rendah.
Jangan pernah menerima bahwa hanya 25% karyawan top adalah normal. Ubahlah paradigma tersebut menjadi, memiliki 90% karyawan top di dalam tim adalah sesuatu yang normal.

Top Hiring (Bagian 3)

Fakta mengenai bagaimana perusahaan sales-oriented sukses merekrut tenaga penjual mereka.
Pada artikel kali ini kita lanjutkan bahasan edisi lalu tentang Top Hiring. Kini kita sampai pada solusi poin kedua agar Anda bisa merekrut tenaga penjual andal ke dalam tim salesman Anda.
Miliki sistem yang benar untuk mengukur performa dan potensi karyawan
Ketika Anda mampu mengukur performa dari para tenaga penjual dan mampu menilai potensi mereka untuk jangka panjang, Anda akan segera tahu siapa saja yang sebaiknya dikeluarkan, siapa yang seharusnya disimpan, dan siapa yang bisa dikembangkan lebih lanjut.
Lalu, segeralah keluarkan mereka yang berada di bawah standar! Apa lagi yang Anda tunggu? Mengapa Anda masih menyimpan mereka? Mengapa Anda mau memperpanjang performa buruk dan penderitaan?
Untuk membantu Anda mulai, tuliskan nama-nama (paling tidak tiga nama) dari semua penjual yang berada di bawah standar yang seharusnya sudah Anda singkirkan sejak lama.
Sudah menulis tiga (atau lebih) nama? Bagus! Singkirkan mereka secepatnya ketika Anda mulai bekerja besok. Kantor Anda akan menjadi lebih cemerlang tanpa mereka di dalam tim. Anda akan merasa aura gelap tersebut menghilang. Beban di bahu Anda akan terasa jauh berkurang. Anda akan semangat pergi bekerja lagi karena Anda tidak perlu lagi melihat wajah-wajah dan mendengarkan alasan-alasan konyol mereka. Selamat! Anda berhasil!
Tarik semua orang unggul

Lionel Messi tidak akan mau bermain untuk divisi tiga suatu klub sepakbola, kecuali—tentu saja—hanya untuk beramal. Ini bukanlah karena ia arogan. Tapi, bermain pada level rendah di klub bisa menyebabkan kemampuan merosot dan bahkan menurunkan harga pasarannya dengan drastis! Bahkan jika ia ditawari gaji atau kompensasi finansial menarik sekalipun, saya yakin ia akan menolaknya dengan sopan, karena bermain pada level rendah di klub akan memberikan dampak yang sangat negatif pada kariernya sebagai profesional.
Sama halnya, apa yang harus Anda lakukan supaya perusahaan mampu menarik orang-orang unggul untuk ikut bergabung dalam tim penjualan?
Tentu saja, gaji dan kompensasi adalah sebuah faktor penting. Anda mungkin harus menaikkan kompensasi finansial secara signifikan agar penawaran Anda dianggap menarik oleh para penjual unggul. Tetapi, itu bukanlah gaji pokok saja. Anda juga harus lebih kreatif dalam memberikan sistem penghargaan dan insentif. Dengan kata lain, persiapkanlah bujet besar! Ingatlah ini.
Bayar dengan kacang, akan mendapat monyet.
Sudah jelas bahwa gaji dan kompensasi finansial bukanlah satu-satunya faktor penting. Faktor yang lain adalah:
  • peluang untuk peningkatan karier;
  • peluang untuk belajar lebih banyak, maju, dan mengembangkan diri;
  • reputasi perusahaan—nilai perusahaan dan mengapa perusahaan bisa dikatakan bagus (walaupun tidak terlalu terkenal);
  • peluang untuk bekerja di bawah manajer yang kompeten.
Jadi, ini adalah masalah “ayam dan telur” kan? Mana yang lebih dulu? Sayangnya, dalam kasus ini Anda harus merapikan dulu “dapur” Anda sebelum bisa mulai menarik orang-orang unggul tersebut.
Anda harus melakukan ini karena tanpa orang-orang unggul tersebut, hampir tidak mungkin bisa dicapai hasil yang bagus.
Ciptakan tim orang-orang dengan performa top dan Anda pun akan sukses. Tetapi, jika menyimpan banyak orang di bawah standar, Anda pun akan gagal.
Saya yakin poin-poin di atas sudah memberikan Anda banyak buah pikiran untuk dipertimbangkan dan dilakukan. Satu
hal yang sangat saya sarankan adalah jangan membawa masalah karyawan di bawah standar tahun ini ke tahun depan.
Mulailah tahun baru dan tahun ini dengan kondisi segar. Jangan membawa masalah dan penderitaan menuju tahun baru! Ingat orang-orang negatif yang sama akan membawa masalah yang sama.
Jika Anda tidak melakukan pembenahan sekarang, Anda akan mengalami frustasi yang sama dengan penderitaan yang tengah dialami selama 12 bulan terakhir ini, dan tidak akan ada orang yang mengasihani Anda. Hanya diri Anda sendiri yang patut disalahkan!
Jadi, gunakan waktu untuk memikirkan “strategi pembenahan” dan bertindaklah untuk merombak tim dari kondisi di bawah standar menjadi tim dengan performa top menuju tahun depan dengan optimisme baru.

rutinitas sales sukses

The Sales Routine 


Saya menyadari topik “The Sales Routine” jarang dibahas pada buku-buku tentang sales. Walaupun demikian, setelah mengamati semua individu yang sukses—termasuk penjual sukses, saya menyadari bahwa semuanya mempunyai aktivitas rutin dan mereka komit dengan rutinitas mereka tersebut.
Beberapa dari mereka bangun pagi hari, berdoa, berolahraga pagi, sarapan, membaca koran, dan lain-lain. Beberapa yang lain bangun pagi, minum segelas jus jeruk, pergi berlari pagi atau berenang, sarapan, lalu pergi bekerja. Kebanyakan olahragawan bangun pagi, lalu langsung berlatih. Setelah itu, mereka sarapan dengan menu yang sudah diatur secara hati-hati dengan gizi dan kalori yang terpilih. Ketika sampai di kantor, mereka juga mempunyai aktivitas rutin yang biasa mereka kerjakan. Bahkan petani pun mempunyai kegiatan rutin, seperti bangun pagi, menyirami tanaman, memberikan pupuk, serta mengurus dan merawat semua tanaman.
Mereka semua mempunyai aktivitas rutin yang terstruktur setiap harinya, dan mereka disiplin dalam melakukan rutinitas tersebut. Mereka tetap komit pada aktivitas rutin mereka sehari-hari dan terus-menerus melakukannya. Hal itulah yang membuat mereka sukses. Mereka merencanakan kegiatan mereka dan melakukan semua rencana itu, tak peduli cuaca sedang panas atau hujan dan apa pun mood yang sedang mereka rasakan. Inilah sebabnya mereka berhak memanen benih-benih kesuksesan mereka.
Sama halnya, saya telah menemukan bahwa para tenaga penjual yang sukses pun mempunyai aktivitas rutin setiap hari, setiap minggu, dan setiap bulan. Sederhananya, saya sebut saja sebagai, “The Sales Routine”.
Tentu saja, sales routine ini bervariasi, tergantung industrinya (misalnya sales routine penjual dalam bisnis properti akan sangat berbeda dengan sales routine penjual yang bekerja di ritel yang menjual mainan). Sales routine dari penjual yang masih relatif junior juga mungkin berbeda dengan para penjual yang sudah senior. Walaupun demikian, keduanya pastilah mempunyai sales routine masing-masing.
Jadi, apa yang umumnya ada dalam sales routine?
Menelepon Satu Hingga Dua Jam Terus-menerus
Maaf jika sudah mengecewakan Anda…. Tetapi, memanfaatkan benar-benar waktu untuk menelepon adalah salah satu investasi paling berguna yang bisa dilakukan oleh seorang penjual. Coba saja bayangkan, berapa waktu yang harus dihabiskan untuk mengunjungi hanya satu klien yang prospektif di Jakarta? Satu jam habis di jalan, 30 menit habis untuk menunggu di kantor klien (menunggu sampai dipanggil), setelah itu 30 menit lagi dihabiskan untuk memperkenalkan dan menjelaskan produk Anda, dan lain-lain. Tak hanya itu, satu jam lagi habis di jalan untuk mengunjungi klien prospektif lainnya.
Total tiga jam habis hanya untuk mengunjungi satu klien, dan bahkan tidak ada jaminan Anda bisa langsung closing! Bayangkan berapa banyak klien prospektif yang bisa Anda telepon dalam durasi waktu tiga jam!
Jadi, suka atau tidak, salah satu tugas yang paling basic tetapi paling penting bagi seorang penjual adalah menghabiskan satu hingga dua jam menelepon klien. Ini adalah aktivitas yang harus dilakukan dalam sales routine hariannya.
Jadi, siapa yang harus ditelepon si penjual dalam waktu satu hingga dua jam tersebut?

The Sales Routine (Bagian 2)

Jadi, siapa yang harus ditelepon si penjual dalam waktu satu hingga dua jam tersebut?
Pelanggan Top yang Sudah Ada
Pelanggan yang dimaksud ini adalah mereka yang berada di top 10 peringkat klien Anda. Mereka adalah pelanggan yang:
  • membeli dari Anda dengan jumlah uang terbanyak;
  • paling sering membeli dari Anda;
  • paling sering mereferensikan Anda pada orang lain;
  • telah bertransaksi dengan Anda hingga bertahun-tahun.
Anda perlu terus menjaga hubungan dengan semua pelanggan tersebut. Teleponlah mereka untuk sekadar menyapa, supaya mereka tahu bahwa Anda masih mengingat mereka, dan Anda menghargai mereka sebagai pelanggan setia. Anda tidak perlu menjual apa pun pada mereka, dan teleponlah mereka hanya untuk menyapa.
Walaupun kebanyakan pelanggan tidak mau menghabiskan waktu untuk berbicara dengan sales, mereka akan menghargai si sales yang menelepon untuk menyapa dan tidak menelepon kalau ingin menjual saja. Hal ini akan menciptakan perbedaan! Ini akan membuat Anda berbeda dan menciptakan impresi tersendiri di mata pelanggan-pelanggan top Anda. Jadi, teleponlah mereka hanya untuk menyapa, tanpa mencoba untuk menjual apa pun. Jadilah berbeda, spesial, dan dihargai.
Dengan menelepon para pelanggan top, Anda sebenarnya menyegarkan kembali ingatan mereka tentang segala jasa Anda, dan sekali lagi Anda akan berada di urutan teratas dalam benak pelanggan. Jadi, jika mereka sedang benar-benar membutuhkan produk, maka nama Anda akan muncul di ingatan mereka.
Pertanyaan: Pada saat ini, jika pelanggan Anda ingin membeli sesuatu, nama Anda harus muncul di atas daftar mereka. Jika tidak, Anda akan cenderung terus kehilangan order. Jika pelanggan top Anda bahkan tidak ingat pada Anda, maka salah siapa? Pelanggan atau Anda?
Inilah mengapa orang-orang sales top menghabiskan satu hingga dua jam di telepon setiap hari. Mereka menghabiskan sebagian waktu berkomunikasi dengan orang-orang terpenting untuk mendapatkan sukses, yaitu pelanggan top mereka. Bagaimana dengan Anda?

The Sales Routine (Bagian 3)

Pada artikel terdahulu, kita sudah membahas Sales Routine bagian 1 dan bagian 2, sampai pada bahasan tentang pelanggan top yang sudah ada. Kini kita akan teruskan bahasan selanjutnya.
Pelanggan yang Sudah Ada dan Berpeluang untuk Menjadi Pelanggan Top di Masa Depan
Ini adalah kelompok pelanggan selanjutnya yang harus Anda hubungi. Mengapa? Karena kelompok pelanggan ini akan menjadi “masa depan Anda”. Mereka berpotensi lebih banyak dari Anda. Tetapi, mungkin mereka belum mulai membeli dari Anda karena:
  • mereka memang tidak butuh pemesanan banyak saat ini;
  • anggaran mereka memang terbatas;
  • kondisi di kantor mereka tidak memungkinkan untuk melakukan pembelian saat ini.
Tetapi, segala kondisi di atas tentu hanya sementara. Tak ada yang bertahan selamanya dan kondisi mungkin saja berubah. Ketika kondisi berubah, mereka mungkin saja membeli lebih banyak dari Anda dan mereka akan menjadi pelanggan favorit Anda.
Inilah mengapa Anda perlu membangun hubungan yang baik dengan para pelanggan tersebut, seperti menanam benih sekarang, mempertahankan hubungan, sehingga mereka lebih percaya, lebih suka, dan lebih lama ingat pada Anda. Jadi, jika kondisinya tengah berpihak pada Anda, merek Andalah yang pertama kali muncul di daftar para pelanggan.
Itulah sebabnya para sales top yang rajin menelepon sepertinya sering mendapat “keberuntungan”. Sepertinya ada saja pelanggan yang menghubungi dan hendak membeli. Sementara sales lainnya harus bersusah payah mengetuk pintu demi pintu hanya untuk menghadapi penolakan demi penolakan. Para sales top malah ditelepon oleh pelanggannya dan mendapatkan penjualan. Sungguh beruntung!
Jadi, setelah penjelasan ini, apakah Anda masih bisa menyebutnya “keberuntungan”? Jadi, apakah Anda ingin beruntung? Berapa jam waktu yang Anda habiskan setiap harinya untuk menelepon? Siapa saja yang Anda hubungi? Buatlah daftar dari semua pelanggan yang sudah dimiliki yang berpotensi untuk menjadi pelanggan top di masa depan, dan mulailah menghubungi mereka besok.
Terapkan aktivitas ini ke dalam sales routine harian, dan Anda bisa yakin bahwa satu hari kelak, Anda akan sangat beruntung. Orang-orang yang Anda cantumkan pada daftar tersebut akan menghubungi Anda untuk mengajukan pesanan.
Tapi, sebelumnya Anda perlu menabur benih terlebih dahulu. Jadi, mulailah menelepon!
Pelanggan Lama yang Mungkin Tidak Berpotensi untuk Menjadi Pelanggan Top di Masa Depan (Pelanggan Rata-rata)
Ya, kelompok pelanggan ini ternyata sama pentingnya, karena—akui sajalah—berapa banyak pelanggan top yang Anda miliki? Mungkin hanya 10% dari keseluruhan basis pelanggan Anda. Kebanyakan pelanggan Anda kemungkinan masuk dalam kelompok pelanggan rata-rata. Jadi, apabila Anda tidak menghubungi basis kelompok pelanggan yang jumlahnya sangat besar ini, Anda sebenarnya mengabaikan kepentingan dari mayoritas pelanggan Anda sendiri! Hal ini tentu sangat berbahaya!

The Sales Routine (Bagian 4)

Jadi betul, Anda perlu memasukkan kelompok pelanggan rata-rata yang jumlahnya besar ini ke dalam sales routine sehari-hari Anda:
  1. Pelanggan potensial: jika Anda hanya menghubungi pelanggan-pelanggan yang sudah dijelaskan pada artikel terdahulu, maka Anda bergantung pada kelompok (basis) pelanggan yang sama. Anda mungkin tidak bisa berkembang cepat. Jika basis pelanggan baru dari setiap penjual tidak bisa bertumbuh, market share perusahaan pun tidak bisa bertumbuh!  Jadi, para penjual top memang menghubungi calon-calon pelanggan yang prospektif. Siapa saja pelanggan prospektif tersebut? Mereka adalah:
  • orang yang sudah Anda hubungi, bicara, bahkan dikunjungi, sudah dipresentasikan, diserahkan proposal, (tapi karena suatu alasan tertentu), mereka belum membeli dari Anda. Semua orang ini masuk ke dalam kelompok pelanggan yang potensial;
  • orang-orang yang pernah Anda temui (mungkin pada pesta pernikahan teman), berasal dari referensi orang lain, atau dari daftar yang diberikan bos, dan lain-lain. Orang-orang yang Anda hubungi untuk pertama kalinya.
Ya, Anda harus mengalokasikan waktu untuk menghubungi orang-orang ini. Semakin banyak orang yang Anda hubungi, semakin besar kesempatan Anda mendapatkan pelanggan baru. Itu adalah bagaimana para penjual top bisa mendapatkan pelanggan baru, yaitu dengan menelepon satu per satu. Maaf karena tidak ada trik sulap, tak ada jalan pintas. Hanya karena mereka menghubungi pelanggan atau calon pelanggan satu per satu. Itu adalah realitasnya.
Jadi, sekarang Anda sudah mengetahui salah satu tugas sales routine dari para penjual top. Satu cara yang terbaik di industri ini adalah menginvestasikan satu atau dua jam waktu setiap hari untuk menelepon secara terus-menerus, konsisten, dan disiplin. Berapa banyak panggilan telepon yang bisa Anda lakukan dalam waktu dua jam?
Rata-rata 45 panggilan telepon per jam; 90 panggilan telepon dalam waktu 2 jam. Anggap 50% panggilan telepon tidak terjawab. Itu berarti sebanyak 45 panggilan bisa terjawab, 10%–20% success rate. Berarti ini berlaku untuk 4 sampai 9 janji yang didapat dari semua panggilan telepon selama 2 jam.
Semua janji tersebut bisa dilakukan pada hari yang sama, hari berikutnya, pada minggu yang sama, pada minggu selanjutnya, atau untuk beberapa minggu ke depan.
Jadi, jika Anda mempunyai komitmen menelepon selama dua jam, Anda tidak akan pernah kehabisan orang untuk ditemui. Anda mungkin bisa mempunyai janji meeting dengan klien yang jadwalnya masih tiga minggu ke depan. Sangat mengesankan!

The Sales Routine (Bagian 5)

Jadi, sekarang Anda sudah mengetahui salah satu tugas sales routine dari para penjual top. Satu cara yang terbaik di industri ini adalah menginvestasikan 1 atau 2 jam waktu setiap hari untuk menelepon secara terus-menerus, konsisten dan disiplin. Berapa banyak panggilan telepon yang bisa Anda lakukan dalam waktu dua jam?
Rata-rata 45 panggilan telepon per jam; 90 panggilan telepon dalam waktu 2 jam. Anggap 50% panggilan telepon tidak terjawab. Itu berarti sebanyak 45 panggilan bisa terjawab, 10%–20% success rate. Berarti ini berlaku untuk 4 sampai 9 janji yang didapat dari semua panggilan telepon selama 2 jam.
Semua janji tersebut bisa dilakukan pada hari yang sama, hari berikutnya, pada minggu yang sama, pada minggu selanjutnya, atau untuk beberapa minggu ke depannya.
Jadi, jika Anda mempunyai komitmen menelepon selama dua jam, Anda tidak akan pernah kehabisan orang untuk ditemui. Anda mungkin bisa mempunyai janji meeting dengan klien yang jadwalnya masih tiga minggu ke depan. Sangat mengesankan!
Satu hal lagi sebelum kita menyimpulkan bahasan sales routine ini, Anda akan menyadari bahwa kelompok-kelompok pelanggan yang sudah kita bahas sebelumnya adalah kategori yang berbeda satu sama lainnya:
Pelanggan top yang sudah ada
Apakah tujuan spesifik menelepon para pelanggan ini? Hasil apa yang diharapkan setelah menelepon mereka? Apa kalimat pembuka saat menelepon supaya mereka bisa santai dan menerima telepon Anda? Apa saja yang perlu Anda minta atau tanyakan supaya Anda bisa mendapat hasil yang diharapkan?
Pelanggan yang sudah ada dan punya potensi untuk menjadi pelanggan top
Apakah tujuan spesifik menelepon para pelanggan ini? Hasil apa yang diharapkan setelah menelepon mereka? Apa kalimat pembuka saat menelepon supaya mereka bisa santai dan menerima telepon Anda?
Apa saja yang perlu Anda minta atau tanyakan supaya Anda bisa mendapat hasil yang diharapkan?
Pelanggan yang sudah ada dan tidak berpotensi untuk menjadi pelanggan top (pelanggan rata-rata)
Apakah tujuan spesifik menelepon para pelanggan ini? Hasil apa yang diharapkan setelah menelepon mereka? Apa kalimat pembuka saat menelepon supaya mereka bisa santai dan menerima telepon Anda? Apa saja yang perlu Anda minta atau tanyakan supaya Anda bisa mendapat hasil yang diharapkan?
Pelanggan potensial
Apakah tujuan spesifik menelepon para pelanggan ini? Hasil apa yang diharapkan setelah menelepon mereka? Apa kalimat pembuka saat menelepon supaya mereka bisa santai dan menerima telepon Anda? Apa saja yang perlu Anda minta atau tanyakan supaya Anda bisa mendapat hasil yang diharapkan?
Maafkan saya jika bahasan di atas terlalu detail.
Tidak ada orang yang merencanakan kegagalan, tetapi kebanyakan orang gagal membuat rencana.
Dan ketika Anda gagal membuat rencana, Anda sudah merencanakan untuk gagal!
Pada setiap kategori di atas, pikirkan dengan matang tujuan Anda, hasil yang diharapkan, persiapkan dan latihlah script telepon Anda. Saya jamin, Anda pasti mendapat hasil di atas rata-rata!
Well, kini Anda sudah mengetahui salah satu rahasia dari para penjual top dunia:
  1. mereka punya daily sales routine;
  2. tugas pertama dari daily sales routine adalah menghabiskan waktu satu hingga dua jam sehari untuk menelepon;
  3. mereka merencanakan dengan matang setiap panggilan teleponnya;
  4. mereka bertindak dan benar-benar menghubungi 90 kontak telepon dalam waktu dua jam tersebut.
Joe Girard, salah satu penjual terbaik dunia berkata, “Saya menelepon begitu banyak orang sampai angka-angka pada tombol telepon saya memudar semua. Anda tidak lagi bisa melihat nomornya.”
Itulah sebabnya ia bisa menjadi penjual terbaik dunia. Itulah mengapa ia layak menjadi penjual terbaik dunia.
Joe Girard bisa membuat panggilan telepon. Para penjual lainnya juga bisa menelepon. Anda juga bisa menelepon. Pertanyaannya, “Apakah Anda punya niat?” “Apakah Anda akan melakukannya?” “Apakah Anda cukup disiplin untuk melakukannya setiap hari?”

The Sales Routine (Bagian 6)

Dalam suatu pertandingan sepakbola Manchester United melawan Barcelona, satu pemain MU mengalami cedera, tetapi ternyata tidak ada pengganti yang tersedia karena manajer hanya membawa 11 pemain ke pertandingan. Si pemain MU yang terluka sudah tidak mampu melanjutkan permainan. Alex Ferguson berteriak ke penonton di stadion dan bertanya, “Bisakah salah satu dari Anda turun dan bermain? Saya tidak punya pemain cadangan!”
Bisakah Anda bayangkan situasi seperti itu bisa terjadi? Tidak pernah! Tidak mungkin!
Setiap tim sepakbola, baik professional maupun amatir bahkan tim sekolahan pun, akan maju ke pertandingan dengan membawa lebih dari 11 pemain. Beberapa tim membawa 15 pemain, yang lain membawa 18, dan bahkan ada juga yang membawa 22 pemain.
Mengapa? Karena manajer atau pelatih tahu benar bahwa:
  • bisa jadi ada pemain yang cedera di pertandingan;
  • ada pemain yang tidak bermain maksimal pada pertandingan tersebut;
  • ada pemain yang kelelahan sehingga performa pertandingannya tidak maksimal;
  • si pelatih mungkin mengubah strategi secara mendadak dan mungkin membutuhkan pemain yang berbeda untuk menjalankan strategi tersebut.
Dengan demikian, setiap manajer selalu datang dengan persiapan dan pemain ekstra. Mereka akan menghadapi risiko dan kekonyolan jika bertanding tanpa membawa pemain cadangan. Mereka  akan dimaki-maki jika timnya kalah karena kesalahan sangat konyol, tidak membawa pemain cadangan.
Sudah menjadi tanggung jawab mereka untuk selalu siap dengan pemain cadangan. Pemain cadangan itu pun harus sudah terlatih dan dalam kondisi fit untuk bertanding dengan performa maksimal.
Bagaimana dengan Anda? Apa yang terjadi dengan performa tim sales Anda:
  • jika salah satunya mengalami kecelakaan motor dan tidak bisa bekerja selama dua bulan?
  • jika salah satunya bekerja dengan performa di bawah standar, biasanya karena masalah keluarga?
  • jika ada salah satu dari sales Anda yang mengundurkan diri secara medadak?
Apakah Anda punya sales cadangan untuk menggantikan mereka dengan cepat dan tetap mempertahankan performa tim sales? Jika Anda tidak punya sales cadangan, performa tim Anda hampir pasti akan turun dan kemungkinan besar tidak bisa mencapai target sales yang sudah ditetapkan!
Sudah menjadi tanggung jawab Anda untuk selalu siap mempunyai tenaga sales cadangan agar Anda bisa melakukan pergantian kapan pun dibutuhkan. Jika ada tenaga sales yang berhalangan, Anda sudah siap dengan penggantinya dengan segera. Jika tidak demikian, tim sales Anda hampir pasti akan gagal mencapai target dan Andalah yang 100% akan disalahkan.
Anda mungkin akan berpikir bahwa setiap tenaga sales cadangan akan menguras biaya! Tidak ada perusahaan di dunia ini yang mau membayar gaji sales yang tugasnya hanya bersiap-siap dan tidak benar-benar melakukan penjualan.
Saya setuju dengan hal tersebut. Itulah mengapa saya memperkenalkan konsep the virtual bench kepada Anda. “Bench” berarti “bangku cadangan”. “Virtual” berarti “tidak nyata”.
Ya, Anda membutuhkan tenaga sales cadangan, idealnya 2–5 orang dalam posisi stand-by. Tetapi, Anda tentu tidak mau membayar gaji para tenaga sales cadangan tersebut.
Langkah 1
Anda harus konsisten pasang mata dan mencari tenaga sales yang bagus dan menjanjikan. Mereka adalah sales yang Anda inginkan untuk bergabung dalam tim. Anda bisa mengenali tenaga sales semacam ini dari sales perusahaan kompetitor, sales perusahaan supplier, sales yang pernah mendatangi dan mencoba menjual produk pada Anda, menempatkan iklan dan menyortir mereka melalui aplikasi, dan sumber-sumber lainnya.
Langkah 2
Mengundang para sales tersebut untuk minum kopi di kafe dan berbincang untuk mencari tahu lebih lanjut tentang mereka. Anda juga bisa menilai apakah mereka benar-benar layak untuk bergabung bersama tim Anda. Jika iya, cobalah tawarkan dan tarik mereka untuk bergabung dengan perusahaan Anda.
Beberapa dari mereka mungkin saja tertarik untuk bergabung dengan segera. Jika begitu, rekrutlah mereka segera. Boleh saja mempunyai satu orang sales ekstra dalam tim Anda. Dengan demikian, Anda bisa punya pilihan untuk mengganti sales mana pun yang performanya di bawah standar atau mempunyai perilaku negatif.
Beberapa dari mereka mungkin tertarik untuk bergabung tapi tidak bias melakukannya dengan segera. Mereka ini adalah sales yang harus ditaruh dalam virtual bench Anda. Para sales tersebut memahami tim Anda, mereka memahami perusahaan Anda, paham tentang skema kompensasi Anda, paham apa yang harus dikerjakan ketika bergabung dengan tim Anda, dan Anda sendiri sudah paham karakter serta kemampuan mereka.
Dengan kata lain, Anda sudah saling memahami. Mereka adalah sales yang siap untuk bergabung dengan tim Anda ketika saatnya sudah tepat. Pada dasarnya, mereka sudah siap untuk bergabung. Hal yang terbaik adalah selama durasi waktu para sales tersebut berada dalam virtual bench Anda, Anda tidak perlu membayar gaji apa pun karena mereka belum benar-benar bergabung dengan tim dan belum mulai bekerja dengan Anda.
Inilah konsep virtual bench. Seorang manajer yang baik selalu punya cadangan.
Good luck!

cara menjadi penjual sukses

Sebagian Besar Penjual Tetap Miskin



 
Sebagian besar tenaga penjual bekerja sangat keras untuk mencapai target bulan demi bulan, tahun demi tahun, tapi pada akhirnya masih saja miskin. Menyedihkan memang, tapi ini benar adanya. Jawablah pertanyaan ini, “Apa saja yang Anda beli dengan semua komisi yang diterima bulan demi bulan di tahun 2012? Apa saja yang Anda beli dengan THR dan bonus akhir tahun yang Anda terima di tahun 2012?”
Apakah Anda menghabiskan semua uang untuk barang-barang yang membuat Anda happy, atau Anda menginvestasikannya menjadi aset yang menghasilkan uang? Jika Anda sama seperti penjual lainnya, Anda akan menghabiskan uang hasil kerja keras tersebut untuk gadget, pakaian, aksesori, hiburan, makanan, travelling, hadiah untuk keluarga, kerabat dan teman.
Jika Anda seperti kebanyakan penjual lainnya, Anda tidak akan menginvestasikan uang hasil kerja keras Anda untuk membeli dana bersama, saham, atau investasi lainnya. Anda tidak akan menginvestasikan uang Anda untuk membayar uang muka rumah kecil/apartemen/ruko yang nanti bisa Anda sewakan. Anda tak akan membeli bisnis franchise yang sederhana dan bisa menghasilkan pendapatan stabil dalam 3–6 bulan setelah bisnis berjalan. Anda juga tidak akan membeli emas yang mudah naik nilainya.
Jika Anda seperti kebanyakan penjual lain, Anda akan menghabiskan semua uang dan tidak menginvestasikannya. Anda akan tetap bekerja keras, mencapai target di tahun 2013, dan tetap berakhir dengan kondisi miskin pada akhir tahun 2013. Anda akan mengeluh bahwa pekerjaan terlalu keras dan gaji Anda terlalu kecil, biaya hidup terlalu tinggi, bos bertambah kaya, sementara Anda hanya bertambah tua. Anda akan memiliki manajemen keuangan yang payah dan kebiasaan buruk dalam menghabiskan uang.
Jadi, pertanyaannya adalah, “Apakah Anda ingin situasi finansial di tahun 2013, 2014, 2015 jadi sama saja dengan tahun 2013? Atau Anda menginginkan lompatan kuantum dalam hal pendapatan? Apa Anda menginginkan penghasilan lebih dari satu mulai tahun 2013 ke depan? Dari tahun ini hingga Anda tua, apa Anda ingin bekerja karena Anda harus bekerja untuk memberi makan keluarga, atau Anda ingin bekerja hanya karena Anda menikmati pekerjaan?
 
Anda harus menyadari dan mengaku pada diri sendiri jika masalahnya bukan gaji dan komisi yang kecil, pelit bonus, biaya hidup, dan bukan juga harga bensin yang terlalu mahal. Anda harus menyadari dan mengakui bahwa masalah sebenarnya adalah soal manajemen dan kebiasaan menghabiskan uang yang buruk.

Anda (atau anggota keluarga) membeli apa yang diinginkan dan bukan apa yang dibutuhkan. Anda menghabiskan uang dan bukan menginvestasikannya. Setelah Anda mengakui itu, Anda sudah berada di jalur yang benar untuk menyembuhkan kondisi finansial. Jika belum mengakuinya, saya sarankan ulangi baca artikel ini dari awal.
Mengapa saya menulis tentang manajemen uang ketika harusnya berbicara mengenai jualan dan keahlian menjual? Karena saya lelah mendengarkan para penjual mengeluhkan soal keuangan. Saya lelah bertemu para penjual yang berjuang untuk membayar limit minimum dari tagihan kartu kredit mereka. Saya muak mendengarkan para bos mengeluh setelah menginvestasikan waktu, tenaga, dan uang untuk melatih para penjual yang malah keluar dan bergabung dengan kompetitor hanya karena ditawari gaji lebih tinggi Rp300.000. Saya patah hati melihat penjual yang bekerja keras, jujur, dan tekun, tapi masih belum mampu membayar cicilan motor dan selalu mangajukan kas bon pada tanggal 28 setiap bulannya.
Berikut adalah beberapa langkah yang harus Anda mulai:
Lakukan financial check-up
Coba search di Google kata kunci “financial check-up”, lalu isi form-nya—pilihlah yang sederhana. Anda tidak perlu mengisi form yang rumit. Bahkan selama mengisi, Anda akan mulai merasa bahwa Anda bahkan belum tahu kondisi keuangan sendiri. Mengisi form saja sudah menjadi latihan yang bermanfaat.
Edukasi diri sendiri secara finansial
Komitmen pada diri sendiri bahwa Anda akan mendidik diri sendiri secara finansial. Pastikan Anda menabung untuk edukasi finansial. Karena jika bukan Anda, tak akan ada orang lain yang melakukannya.
Komitmen pada diri sendiri untuk membayar semua utang
Jika Anda punya utang, bayarlah dalam waktu beberapa bulan ke depan, bahkan sekalipun butuh waktu satu tahun penuh. Kartu kredit adalah utang. Anda harus berhenti terus-menerus membayar minimum payment. Itu akan membunuh Anda pelan-pelan secara finansial.
Berhenti membuat utang-utang baru
Tentukan tujuan finansial sendiri. Tentukan jenis arus kas yang Anda inginkan dari semua investasi yang Anda lakukan.
Atur ulang bujet bulanan
Ini supaya Anda bisa lebih mudah mencapai tujuan finansial yang sudah ditetapkan. Dapatkan ide-ide dari buku dan konsultasi dengan ahli keuangan untuk hal ini.
Artikel ini adalah tentang perencanaan keuangan, tentang menjadi penjual yang sukses. Penjual yang sukses tak perlu berjuang dengan uang. Jadi, tahun 2013 dan ke depannya, seiring dengan kerja keras untuk mencapai target, pastikan uang Anda bekerja lebih keras lagi supaya Anda bisa mencapai target keuangan pribadi.
Good luck, happy selling, and I hope that you will prove my title wrong.

Menjual Seperti Lari Maraton

Beberapa waktu yang lalu, saya sibuk mengadakan seminar publik. Adapun in-house training yang saya adakan itu untuk memotivasi dan mendorong para tenaga sales agar mereka bisa melampaui (atau setidaknya mencapai) target penjualan pada kuartal terakhir. Satu analogi yang saya berikan adalah lari maraton.
Aktivitas menjual mirip lari maraton dalam banyak hal dan segi:
Dalam Maraton, Semua Pelari Start Pada Saat yang  Sama
Ribuan orang berdiri di garis start dengan semangat menunggu perlombaan dimulai. Ini seperti pertemuan sales yang sering diadakan perusahaan untuk mempersiapkan mood para sales agar siap menghadapi target di babak yang baru.
Seperti tahap awal perlombaan lari maraton, semua orang merasa optimistis, penuh harapan, dan ingin memberikan yang terbaik. Setiap sales pun penuh harapan bahwa tahun ini performa penjualan akan bagus, mereka akan mencapai target, dan ini akan menjadi tahun yang lebih baik.
Pertengahan Tahun
Beberapa pelari mampu bertahan dan mengikuti lomba, sementara pelari lain mulai ada yang tertinggal di belakang.
Pada pertengahan tahun, beberapa penjual pun bisa konsisten dengan aktivitas menjual mereka dan mampu mencapai target per bulan. Merekalah tenaga penjual yang sudah tepat berada dalam jalur untuk mencapai target yang sudah ditetapkan.
Pada Kuartal Terakhir
Wajah-wajah letih dan kelelahan mulai bermunculan pada lomba lari maraton. Tetapi, para pelari tahu benar bahwa “penderitaan” pasti akan dirasakan pada tahap menjelang akhir lomba, tahap akhir akan menjadi tahap yang tersulit.
Sesungguhnya, itu adalah tantangan yang sebenarnya. Kita harus bisa bertahan dan mengatasi kelelahan dan rasa sakit fisik yang luar biasa. Pikiran pun harus mampu menguasai tubuh supaya bisa mencapai performa yang nampaknya mustahil jika kita pikirkan di awal. Sama dengan aktivitas menjual, kuartal terakhir adalah yang paling menantang (paling sulit). Mengapa?
Karena saat akhir tahun, kebanyakan perusahaan—khususnya perusahaan B2B—sudah selesai mengatur dan mengeluarkan anggaran mereka. Itu adalah saatnya banyak tenaga penjual mendengar alasan, “Bujet tahun ini sudah selesai. Mari kita bicarakan untuk tahun depan.”
 
Di sisi lain, pada jenis bisnis yang lain, akhir tahun justru menjadi momen high season. Inilah saat mereka mempunyai kesempatan untuk menghasilkan uang sebanyak mungkin. Karena momen tersebut adalah momen libur Natal dan tahun baru. Itu adalah saat kebanyakan karyawan mendapatkan bonus akhir tahun. Mereka sedang dalam mood perayaan dan bersenang-senang, juga mempunyai uang untuk dibelanjakan. Momen inilah yang justru menjadi saat yang tepat dan kombinasi yang menyenangkan bagi para tenaga penjual!
Oleh karena itu, kuartal terakhir adalah kuartal terpenting dalam waktu satu tahun. Saya selalu memberitahu para penjual bahwa betapa pun mereka merasa lelah, letih, sakit kepala, dan penderitaan sepanjang tahun, sales akan layak diperjuangkan pada Oktober, November, dan Desember.
Mengapa? Karena di sepanjang masa Januari sampai September, mereka sudah bekerja begitu keras untuk menyusun janji, bertemu dengan pelanggan prospektif, menghadapi penolakan demi penolakan, kelelahan demi kelelahan. Situasi naik-turun itu semua harusnya malah memotivasi mereka untuk terus bangkit. Itu karena semua perjuangan akan menentukan hasil yang didapat pada kuartal akhir.
Jika pada kuartal terakhir mereka mampu mengejar dan mencapai target, maka mereka akan mencapai target untuk satu tahun penuh. Semua usaha, kelelahan, dan perjuangan akan sangat berarti karena mereka telah berhasil mencapai target satu tahun penuh. Bila mereka gagal mencapai target di akhir tahun, maka semua usaha, penderitaan, dan sakit kepala yang sudah diperjuangkan selama satu tahun tidak akan ada artinya lagi. Itu karena mereka masih dianggap gagal untuk mencapai target satu tahun penuh!
Berikut adalah alasan lain kuartal terakhir saya anggap yang paling penting. Banyak perusahaan merancang anggaran dan menyusun planning tahun berikutnya pada Oktober, November, dan Desember. Oleh karena itu, jika si penjual tidak menyerahkan proposal planning untuk tahun berikut, dan proposal tersebut tidak dimasukkan dalam bujet untuk tahun berikutnya, si penjual pasti akan menemui kesulitan!
Banyak penjual yang masuk pada jebakan ini. Oleh karena itu, ketika mereka keluar dan mulai menjual pada klien di tahun berikutnya, mereka hanya mendapat “sisa-sisa” karena bujet untuk “hal-hal yang besar” telah dialokasikan untuk tahun depan sejak diadakannya raker pada tahun sebelumnya.
Pelajarannya adalah pada saat kuartal terakhir, penjual benar-benar harus fokus untuk meningkatkan kunjungannya ke klien. Pada setiap kunjungan, mereka harus siap mendapatkan order agar bisa mencapai target penjualan tahun ini, dan mempersiapkan planning klien untuk target tahun berikutnya di dalam raker.
Jadi, apakah Anda masih mau santai-santai saja di kuartal terakhir? Jika demikian, Anda bukan hanya tidak bisa mencapai target tahun ini, tetapi hidup Anda pada tahun berikutnya juga akan lebih sulit!
Happy selling in the last quarter!

Alasan atau Hasil?

Kita telah memasuki tahun yang baru. Beberapa dari Anda tentu sudah sukses mencapai hasil yang memuaskan tahun lalu. Selamat! Tapi, beberapa dari Anda mungkin gagal mencapai target-target yang sudah ditetapkan. Saya yakin Anda punya alasannya.
Berikut adalah sesuatu yang saya pelajari, dan jika boleh, saya ingin bagikan kepada Anda semua. Dalam kehidupan, selalu akan ada “Alasan Atau Hasil” (prestasi).
Dari ketiga kata tersebut, manakah menurut Anda yang menjadi kata terpenting?
Ketika saya menanyakan pertanyaan tersebut, kebanyakan orang akan menjawab, “hasil”. Tapi, jika Anda mempelajari dengan saksama, kata yang terpenting dari ketiganya adalah “atau”. Ya, kata “atau” terlihat tidak begitu penting dibandingkan kata lainnya. Jadi, mari saya jelaskan.
“Atau” berarti “salah satu”. Jadi, “alasan atau hasil” berarti Anda hanya akan mendapatkan salah satu dari keduanya. Orang yang berhasil mencapai hasil baik tidak memerlukan alasan. Sebaliknya, orang yang tidak berhasil mencapai hasil yang baik akan selalu punya banyak alasan kenapa gagal mencapai hasil tersebut.
Jadi, bagi mereka yang tidak berhasil mencapai target penjualan tahun ini, apakah alasan Anda?
  • Target perusahaan terlalu tinggi?
  • Harga produk terlalu tinggi?
  • Iklan dan promosi perusahaan Anda kurang gencar?
  • Anggaran iklan dan promosi perusahaan Anda terlalu kecil?
  • Hadiah yang Anda berikan kurang menarik?
  • Kompetitor terlalu agresif?
  • Pihak kompetitor banyak memberikan suap, sementara perusahaan Anda tidak mengizinkan Anda untuk berbuat demikian?
  • Merek kompetitor memang lebih kuat dan lebih stabil daripada merek Anda.
  • Insentif para penjual Anda lebih kecil sehingga jadi tidak semangat mencapai target.
  • Manajer atau supervisor penjualan bukanlah pemimpin atau pelatih yang baik, sehingga tidak mampu membantu Anda dalam mengatasi masalah ketika berhadapan dengan klien.
  • Manajer atau supervisor Anda tidak bisa mendukung ketika Anda sedang terpuruk.
Kapan Anda bisa berhenti memberikan alasan dan mulai memberikan hasil-hasil nyata? Ketika Anda tetap memberikan alasan, Anda sebenarnya sedang mempermainkan diri sendiri, seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Jadi, ketika kita sudah mendekati akhir tahun dan mulai menyongsong tahun yang baru, berikut adalah beberapa saran supaya Anda bisa mencapai hasil yang diinginkan.
  1. Mulai dari sekarang, miliki komitmen pada diri sendiri bahwa Anda akan mencapai hasil, dan bukannya alasan.
  2. Mulai dari sekarang, selalu tanamkan dalam pikiran Anda tiga kata, “Ya, saya bisa!”
  3. Buatlah keputusan Anda ingin menjadi penjual yang berhasil pada tahun 2013—maksudnya Anda akan mencapai ranking paling tidak 10% terbaik di cabang, atau daerah, atau perusahaan Anda.
  4. Tetapkan target penjualan yang perlu Anda capai (dalam rupiah) supaya bisa menjadi 10% terbaik.
  5. Tetapkan deadline untuk mencapai target tersebut. Ketika penjual rata-rata menetapkan target bulan Desember, Anda menetapkan target bulan Oktober.
  6. Tetapkan target harian. Target ini bisa berarti jumlah konsumen yang akan membeli, atau jumlah rupiah yang didapat per hari. Tentu saja dalam beberapa bisnis, target harian itu tidak begitu realistis. Jika begitu kondisinya, setidaknya tetapkanlah target per minggu. Ketika Anda bisa mencapai target per minggu, Anda bisa mencapai target per bulan. Ketika target per bulan tercapai, target per tahun pun bisa tercapai.
  7. Cari tahu dan temukan success ratio Anda. Jika Anda melakukan presentasi penjualan ke 10 prospek dan satu dari mereka ternyata membeli, maka success ratio Anda adalah 10%. Ini adalah salah satu data terpenting yang diperlukan untuk bisa mencapai target harian.
  8. Buat rencana harian. Jika success ratio Anda adalah 10% dan Anda sudah menetapkan target harian yaitu mendapatkan satu konsumen per hari, aktivitas harian yang harus dilakukan adalah bertemu dengan setidaknya 10 konsumen. Dari 10 presentasi, Anda bisa mendapatkan 1 closing. Jika Anda disiplin melakukan aktivitas harian ini, Anda akan bisa mencapai target harian.
  9. Teruslah meningkatkan success ratio Anda. Apakah Anda ingin bekerja seminim mungkin tapi bisa mendapat hasil semaksimal mungkin? Hal ini mungkin saja. Hal yang harus dilakukan adalah meningkatkan success ratio! Misalnya jika success ratio Anda meningkat dari 10% menjadi 20%, maka Anda akan mendapatkan hasil 2 kali lipat target harian. Dengan success ratio 10%, Anda bisa dapat 1 closing. Ketika success ratio meningkat 20%, Anda bisa mendapat 2 closing ketika Anda bertemu dengan 10 prospek yang sama. Ini berarti Anda melipatgandakan apa yang bisa dicapai per hari, per minggu, per bulan, dan per tahun! Jadi, target yang tadinya tercapai Oktober, Anda bisa capai di bulan Mei! Hebat bukan? Jadi, komitlah pada diri sendiri untuk meningkatkan success ratio Anda.
Semuanya dimulai dengan dua mindset sederhana—COMMIT pada diri sendiri dan “Yes I Can!”
Jadi, pada saat yang sama tahun depan, ada hasil yang bisa ditunjukkan, dan bukannya alasan. Biarkan hasil yang berbicara.
Happy Selling!