Friday, March 8, 2013

strategi memilih pusat data

Strategi Memilih Pusat Data Jempolan

Menjamurnya perusahaan data center (pusat data) di Indonesia, tak jarang membuat perusahaan kebingungan. Di satu sisi, data perusahaan merupakan hal vital yang harus dijaga kerahasiaan dan kemudahan aksesnya. Di sisi lain, investasi di pusat data tidak seperti beli kacang. Harga dan kualitasnya sangat bervariasi.

Searah jarum jam: Toto Sugiri, Djarot Subiantoro (berdiri), Stephanus Tumbelaka

Data Center Infrastructure (DCI) menguak strategi memilih pusat data yang mudah dipahami konsumen. “Lihat dulu risiko bisnis perusahaan, kemudian pengaruh harganya terhadap kualitas,” kata Stephanus Tumbelaka, Chief Sales Officer DCI.
Lokasi pusat data juga wajib jadi bahan pertimbangan. “Yang penting jangan banjir, aman dari gempa atau di zona yang gempanya minim sekali,” lanjut Stephanus. Toto Sugiri, Chairman DCI menambahkan, di Indonesia masih banyak perusahaan yang meletakkan pusat datanya di bawah meja kerja dan hanya diberi penyangga ala kadarnya supaya tidak terganggu saat lantai dibersihkan.
Toto tidak memungkiri bahwa hampir seluruh wilayah di Indonesia tidak betul-betul bebas dari gempa. Kalimantan adalah zona paling minim gempa. Sayangnya pulau tersebut belum dilengkapi fasilitas fiber optic yang memadahi untuk mendirikan gedung pusat data. Di Pulau Jawa, Kota Surabaya bisa jadi opsi yang baik lantaran lempeng buminya berbeda dengan Jakarta.
Selain itu, lokasi pusat data harus di tempat yang berlimpah perolehan pasokan listrik dan jaringan internet. Konsumen pun hendaknya memperhatikan apakah gedung pusat data dapat dijangkau dengan mudah dari jalan utama. Terkait fasilitas pendukung, perlu diperhatikan pula kapasitas dan kecepatan datangnya pemadam kebakaran. “Paling aman kalau lokasinya di tempat yang homogen, seperti kawasan industri. Di situ tidak terlalu banyak fasilitas hiburan, restoran, atau perumahan yang memperbesar resiko kebakaran,” imbuh Toto.
“ISO 27001 juga penting. Itu untuk informasi keamanan,” Djarot Subiantoro menambahkan. Yang tak kalah penting dalam memilih layanan pusat data adalah sertifikasi dari Uptime Institute tentang level (tier) infrastruktur pusat data. Tier yang paling rendah adalah Tier 1, dan yang tertinggi adalah Tier 4. Pusat data yang tersertifikasi Tier 4 downtime-nya teruji kurang dari 26 menit per tahun. Untuk mengetahui kenyataannya, konsumen hendaknya selalu meminta laporan performa bulanan pusat data. “Kalau perlu ada pinalty clause,” Toto menuturkan.
Pinalty clause berarti apabila performa pusat data tidak seperti yang dijanjikan, perusahaan penyedia layanan data harus membayar denda. Beberapa perusahaan pengguna pusat data yang mission critical bahkan tak cukup dengan pinalty clause saja, mereka juga mengasuransikan pusat datanya.

Siasati Persaingan, Lintasarta Tawarkan End to End Solution

Kebutuhan perusahaan akan pusat data diprediksi akan semakin tinggi. Oleh sebab itu, jasa penyediaan pusat data pun bakal bersaing ketat. Demi menggaet banyak pelanggan, Lintasarta, sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di pusat data, pun menawarkan layanan yang berkualitas.
Dalam pertemuan dengan sejumlah klien di Kantor Lintasarta, di Cilandak, Selasa (12/2/2013), Bayu Adi Pramono, Data Center Product Manager Lintasarta, mengatakan, “Lintasarta adalah salah satu dari sedikit operator pusat data yang sanggup menyediakan end to end solution.”

Bayu Adi Pramono, Data Center Product Manager Lintasarta

Dia menerangkan, pusat data menjadi hal yang cukup krusial untuk dimiliki perusahaan sekarang ini. Akan tetapi, pengelolaan pusat data bukan perkara mudah. Pusat data sensitif dengan beberapa hal,  misalnya, bencana alam dan faktor ketersediaan listrik.
Ia pun bercerita mengenai kejadian yang dialami sebuah bank di Jakarta yang mengalami kebakaran. Kebetulan pusat datanya berada di gedung yang mengalami bencana tersebut. Alhasil, kebakaran membuat pusat datanya tidak bekerja. “Semua akhirnya mati, tapi untungnya dia (bank) baru implementasi DRC (Disaster Recovery Center) di Bandung,” jelas dia.
Dia juga menuturkan, penempatan pusat data di sebuah gedung dengan konsep banyak penyewa (multi-tenant) juga riskan. “Di Jakarta, gedung multi-tenant memang tidak dipersiapkan untuk data center,” tegas Bayu.
Oleh karena itu, tak jarang perusahaan kini mengalihkan pengelolaan pusat datanya ke pihak ketiga, seperti Lintasarta. Apalagi, pemerintah sudah mempunyai peraturan terkait penyelenggaraan pusat data, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012, juga Peraturan Bank Indonesia Nomor 9 Tahun 2007.  Dalam peraturan BI, misalnya tercantum, perusahaan harus menempatkan pusat data atau DRC di dalam negeri.
Demi menjaring klien sebanyak-banyaknya, Lintasarta pun berusaha menampilkan layanan yang terbaik. Mengenai pusat data, perusahaan ini sudah mempunyai 3 lokasi pusat data, yakni di Jakarta, Bandung, dan Jatiluhur. Di Jakarta, pusat data jenis tier III; di Bandung, pusat data tier II; dan di Jatiluhur, pusat data tier III. Untuk diketahui, tier menandakan kualitas pusat data, di mana semakin tinggi tiering sebuah pusat data, maka semakin berkelas pusat data itu, yakni tier IV menjadi yang tertinggi. “Kebanyakan di Indonesia, tier II dan III,” lanjutnya.
Lintasarta pun mengklaim pusat datanya belum pernah mati, sekalipun pernah terkena pemadaman bergilir oleh PLN. Ini karena perusahaan mempunyai genset yang menyala ketika itu terjadi. “Untuk data center, kami sendiri pertama kali yang menerapkan ISO 9001 dan 27001,” imbuh Bayu.
Keistimewaan lainnya adalah letak pusat data Lintasarta ada di bangunan milik sendiri. Keamanan pun dipastikan terjamin, seperti tersedianya kamera cctv. Tidak hanya itu, Lintasarta pun mempunyai meet me room atau interconnection room, yang merupakan fasilitas bagi pelanggan pusat data untuk melakukan interkoneksi dengan operator atau pelanggan lain dalam pusat data.
Sekarang, pelanggan Lintasarta untuk pusat data ada sekitar 150 perusahaan. Dan, ke depan, perusahaan pun akan mendirikan pusat data di tempat lain. “Kita kaji ke beberapa lokasi, seperti Surabaya, Bali. Tapi data center paling memenuhi di Jakarta. Kalau DRC paling cocok di Kalimantan, tapi secara infrastruktur belum memungkinkan,” tandasnya.

Ambisi Elitry Garap Pasar Data Center

Perusahaan data center PT Data Sinergitama Jaya buka-bukaan tentang rencana agresinya di bisnis data center. Setelah sukses sebagai salah satu founding member Tier 3 dari Uptime Institute, perusahaan yang mengusung brand Elitery ini hendak merengkuh lebih banyak konsumen guna memenuhi fungsi data center tiga lantai yang dimilikinya.
Elitery saat ini melayani data center dan disaster recovery center (DRC) 120 perusahaan di Indonesia. Sebanyak 118 di antaranya adalah perusahaan finansial yang co-location dengan in-house server. “Tahun depan kami akan fokus mengoptimalkan data center yang kami punya,” kata Hendra Suryokusumo, Chief Marketing Officer Elitery.
Perusahaan yang didirikan tahun 2009 ini sejak awal serius menggarap bisnis data center tanah air dengan membangun gedung data center khusus DRC di Bogor, 52 kilometer dari pusat Kota Jakarta. Untuk diketahui, syarat DRC berjarak minimal 30 kilometer dari data center. Gedung yang dikenal masyarakat sekitar sebagai gedung BIN (Badan Intelijen Negara) ini memiliki 7 lantai dengan akses sangat terbatas. 3 lantai di antaranya khusus digunakan data center berkapasitas 3 megawatt.
“Gedung kami yang di Bogor memang dibangun untuk data center khusus DRC. Floor loading-nya mampu menahan beban 1 ton per meter persegi, gedungnya juga tahan gempa sampai 8,5 skala Richter,” tutur Anang Syarifudin, NOC Manager Elitery.
Sertifikat Tier 3 yang diperoleh dari Uptime Institute pun jadi senjata Elitery mengembangkan bisnis data centernya. Dengan bersertifikasi Tier 3, down time data center dalam satu tahun tidak lebih dari 1,6 jam. “Komponen mana pun harus bisa dilepas tanpa mengganggu operasional atau down time,” tambah Anang. Elitery boleh bangga karena ia satu-satunya perusahaan data center yang memperoleh sertifikat tersebut di Asia Tenggara.
Hendra mengakui harganya lebih mahal dibanding kompetitor yang belum diakui Uptime Institute. “Dari Uptime sendiri setiap 1 kilowatt biaya untuk konstruksinya US$ 20.000,” ungkapnya. Ketika kompetitor mematok harga Rp 7 juta per rak per bulan, Elitery memasang Rp 15 juta. Kompensasinya, ia menerjunkan operator tim data center yang juga sudah mendapat sertifikasi dari Uptime Institute.
Dari tiga lantai, sekitar sepertiga kapasitas DRC atau 320 kilowatt yang dimiliki Elitery telah terpakai. Itu belum termasuk separuh lantai dalam daftar tunggu. Setelah tiga per empat kapasitas terpakai, Elitery akan membuka data center baru di Batam untuk mengakomodasi kebutuhan data center di Singapura. Setidaknya tahun 2015 Elitery pun merencanakan pembangunan gedung data center baru di Surabaya dan Makassar.

1 comment:

  1. Sudahkah PT Data Sinergitama Jaya :

    a) Membuka data center baru di Batam untuk mengakomodasi kebutuhan data center di Singapura ?
    b) Membuat rencana pembangunan/membangun gedung data center baru di Surabaya dan Makassar ?

    Mohon informasinya, terima kasih.

    ReplyDelete