Monday, March 11, 2013

cara sukses usaha pemasaran



Semangat Dagang

 
KOMPAS.com - Sebagian di antara pemerhati ekonomi dunia hingga kini pasti masih takjub. Mengapa China, yang pada 1978 demikian miskin, pendapatan per kapita di bawah 100 dollar AS per tahun, kini ibarat terbang, menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor dua di dunia setelah Amerika Serikat? Jepang, Jerman, Inggris, Perancis, Kanada, Italia, dan Australia otomatis tergeser ke belakang.
Bahkan, Amerika Serikat kini berdebar-debar sebab dalam waktu beberapa tahun mendatang peluang China menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor satu di dunia sangat terbuka. Itu berarti, Amerika Serikat akan berdiri agak ke pinggir karena ia bukan lagi negara adidaya ekonomi.
Selama lebih dari 30 tahun China melakukan apa yang disebut revolusi produksi. China melipatgandakan semua industri, perkebunan, pertanian, dan kerajinan. Produk China merajalela di mana-mana. Sudah produknya berkualitas, harganya pun lebih murah. Siapa bisa lawan?
Lalu, produknya, yang serba massal itu, benar-benar mencengangkan. Pakaian, komputer, sampai korek api bisa diproduksi dalam jumlah jutaan per bulan. Namun, sudahlah, ini ”masih biasa”. Yang hebat, produk pertanian ikut melonjak tinggi, benar-benar luar biasa. Jika iklim bersahabat, hasil pertanian (beras) China berlimpah, lalu sebagian diekspor. Dunia tercengang sebab penduduk China sebanyak 1,4 miliar adalah pemakan nasi. Bisa dibayangkan betapa tinggi produktivitas sawahnya kalau masih bisa ekspor. Indonesia, yang jumlah penduduknya ”hanya” 241 juta jiwa, tanah subur, dan sawah di mana-mana, mengimpor beras jutaan ton per tahun.
Sukses China mengilhami Vietnam yang praktis baru bisa membangun dengan lancar tahun 1990. Meski sudah menang perang tahun 1975, Vietnam dalam kondisi tercabik-cabik. Perlu waktu untuk konsolidasi kekuatan. Vietnam, seperti China, memberlakukan satu negara dua sistem. Sistem ekonomi pasar diterapkan di seluruh negeri. Memang Vietnam tidak bisa seperti China, tetapi negara seluas 331.089 kilometer persegi (hampir seluas Jerman) itu mampu meraih kinerja memukau.
Apa yang membuat Vietnam maju? Pemerintah negara itu paham benar bahwa bangsa Vietnam adalah bangsa yang terbiasa bekerja keras, pantang menyerah. Elan rakyat Vietnam menjadi bangsa yang dipandang orang menyala-nyala. Di sisi lain, nah ini yang seru, rakyat Vietnam memiliki kultur berbisnis yang cerdas dan tangguh. Kultur itu tertanam jauh sebelum Perancis datang dan menjajah bangsa itu.
Di kota Hanoi, misalnya, spirit entrepreneur berkobar sangat indah. Hampir semua rumah penduduk di dalam kota membuka toko. Hukum ekonomi berjalan tegak, siapa bermodal kuat boleh punya usaha besar, toko yang lebar. Namun, yang pas-pasan, sampai kelas menengah, bersabar di toko yang lebarnya satu sampai tiga meter. Panjang toko kerap hanya satu meter, tetapi ada juga yang panjangnya dua sampai lima meter.
Menarik memperhatikan langgam orang Vietnam berbisnis. Meski kerap hanya ”jualan” beberapa botol minuman, beberapa bungkus rokok dan roti, pemilik toko rela duduk mencakung dari pagi hingga malam hari. Ketekunan mereka di antaranya tampak dari sini. Sebagian lagi membuka ”open air café ” dengan menjual minuman ringan, berikut bangku-bangku plastik, yang biasa dipakai anak-anak kelas satu sekolah dasar. Harga minuman (teh, kopi) dari Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per gelas. Dari sini bisa diketahui omzet pemilik ”café”. Namun, dari segi nominal memang kecil. Namun, inilah cara pemerintah Vietnam membangkitkan elan entrepreneur rakyat. Pada saatnya, pedagang gurem itu akan menjadi pedagang besar.
Indonesia sudah melangkah jauh di depan Vietnam, tetapi bukan berarti mengabaikan kekuatan Vietnam. Sepuluh tahun lagi, bangsa unggul itu akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi mengagumkan. Mereka memiliki keterampilan, kecerdasan, dan sumber daya alam memada

Jangan Takut Ekspansi

 
KOMPAS.com - Di setiap pesta olahraga, apakah olimpiade, Asian Games, dan SEA Games, selalu terselip pesta lain, yakni pesta negara-negara yang memiliki tradisi ekspor hebat dan negara-negara yang telah mencapai kemajuan dalam aspek ekonomi kreatif serta industri ringan.
Lihat saja di lokasi sentra makanan dan minuman, di sana bertarung produsen-produsen kelas dunia yang menjual produknya. Contoh paling riil bisa dilihat di panggung Olimpiade London. Produk-produk dari Amerika Serikat (AS), China, Jepang, India, Taiwan, Hongkong, Jerman, dan Italia bertarung merebut hati konsumen.
Dari Indonesia? Ada pada beberapa produk, misalnya, kaus oblong, tas kecil, dan beberapa jenis pernik. Namun jumlahnya terbatas. Sebaliknya, negara-negara terutama AS dan China sungguh bersuka ria selama 17 hari Olimpiade London. Tuan rumah Inggris tentu berusaha berada di panggung persaingan itu, tetapi sulit membendung ekspansi AS dan China. Inggris berusaha keras, tetapi AS dan China berusaha lebih keras.
Sangat menarik, setiap hari tidak kurang dari sejuta manusia datang ke lokasi-lokasi menonton pertandingan olimpiade. Di luar itu, mereka menjadikan pesta olahraga terbesar itu sebagai ajang rekreasi, penyegaran, keluar dari rutinitas, berbelanja, dan makan. Di lokasi penjualan kaus olimpiade, manusia menyemut di ruangan seluas separuh lapangan sepak bola itu.
Di luar ruangan, pengunjung antre lebih kurang satu kilometer. Antrean selalu bertahan dalam panjang yang sama meski pengunjung terus bertambah. Panitia olimpiade sudah menyediakan lokasi makanan dan minuman di puluhan titik.
Lokasi tempat makan pun dipenuhi manusia. Di restoran siap saji terkemuka, misalnya, sekitar 1.500 orang mengantre. Mereka menunggu sabar untuk memesan makanan dan minuman. Ada puluhan petugas lapangan melayani, tetapi tetap saja mereka kewalahan.
Alangkah idealnya manakala para pebisnis Indonesia juga terlibat penuh dalam ajang kompetisi bisnis raksasa itu. Mereka memproduksi pernak-pernik, kaus oblong, tas, kerajinan tangan, mainan anak-anak, serta makanan dan minuman ringan. Betapa eloknya kalau banyak produk Indonesia dibeli dan jadi bahan percakapan karena mutu dan bentuknya yang atraktif.
Bisa dibayangkan betapa besar manfaat yang diperoleh. Indonesia tidak saja meraih laba dari pesta olimpiade, tetapi juga meraih reputasi di pentas dunia dan betapa produk Indonesia semakin dikenal. Indonesia akan masuk kelompok negara-negara yang memajukan ekonomi kreatif. Pada tahap berikut, produk Indonesia akan masuk ke semua toko suvenir sedunia, masuk persaingan dengan raksasa-raksasa ekonomi kreatif seperti AS, China, Jepang, dan Jerman.
Usahawan Indonesia pasti punya kapasitas tinggi masuk ke kancah ini. Pasalnya, sejumlah industriawan mancanegara sudah memesan produk tertentu, misalnya kaus oblong, topi, dan tas, dengan menggunakan bendera para pemesan itu.
Masalahnya, mungkin usahawan Indonesia belum melihat aspek ini sebagai peluang untuk menjadi pemain utama dunia. Atau mungkin mereka belum mempunyai jalur menuju pasar terbuka dunia. Ada pula kemungkinan industri kreatif Indonesia belum seefisien China, misalnya, atau belum berani ekspansi. Itu semua bisa diatasi jika para usahawan lebih berpengalaman, bernyali, dan berwawasan ke depan.

Jangan Cepat Menyerah!

Robert Adhi Kusumaputra
KOMPAS.com -- Banyak aspek yang membuat sebuah proyek perumahan laris, di antaranya lokasi, infrastruktur, desain, dan nama pengembangnya.
Eksekutif properti Budiarsa Sastrawinata menyadari pelbagai aspek ini. Maka, saat ia menangani megaproyek properti seluas 6.000 hektar di Tangerang, ia membangun infrastruktur dan beberapa "magnet" agar banyak warga membeli rumah di sana.
Ia mengajak beberapa sekolah berkualitas untuk berlabuh di sana, misalnya Santa Ursula. Rupanya tidak mudah mengajak pimpinan sekolah itu membuka cabang di Tangerang. Namun, Budiarsa tidak menyerah. Ia terus melobi hingga akhirnya pimpinan Santa Ursula setuju. Ketika sekolah sudah selesai dibangun, ada persoalan lain, murid yang mendaftar hanya 11 orang. Bisa dimengerti kalau kemudian guru-guru menghela napas untuk mengajar di tepi Ibu Kota.
Budiarsa tidak habis akal, ia menyediakan mobil khusus untuk menjemput guru-guru sekolah itu dan memulangkan mereka usai jam pelajaran. Ia yakin, jumlah murid hanya soal waktu. Benar saja, sekolah ini kebanjiran murid dan menjadi sekolah favorit. Budiarsa tidak perlu antar jemput lagi.
Soal lain, Budiarsa ingin segera muncul tempat makan yang disukai publik. Pilihannya jatuh pada restoran cepat saji yang masyhur. Pemilik restoran enggan ketika ditawari karena perumahan itu masih sepi. Namun, Budiarsa terus melobi pemilik jaringan restoran cepat saji itu. Akhirnya, pemilik restoran itu, karena sungkan kepada Budiarsa, membuka restorannya. Tidak dinyana, restoran itu sangat laris.
Pilihan berikut jatuh pada toko skala kecil, tetapi serba ada. Ia membujuk sebuah jaringan toko terkenal. "Lobi alot," tutur Budiarsa, akhir pekan lalu. "Saya akhirnya pinjamin mereka dua ruko asal mereka bersedia membuka tokonya."
Budiarsa belum puas. Ia ingin mengajak warga kaya membeli rumah di proyek propertinya. Maka, ia merancang lapangan golf kelas dunia. Asa itu bisa terpenuhi kalau yang merancang adalah perancang kelas dunia. Pilihan jatuh pada mantan juara dunia Jack Nicklaus.
Ia berkirim surat ke Nicklaus, tetapi responsnya dingin. Budiarsa lalu bertolak ke Amerika Serikat untuk menemui Nicklaus di Palm Beach. Di sana ia diterima vice president perusahaan Nicklaus. Budiarsa, yang menyiapkan diri baik-baik, mempresentasikan rencananya sejam. Namun, hasilnya nihil.
Budiarsa tidak menyerah. Keesokan harinya ia datang lagi, kali ini yang menerimanya seorang senior vice president. Namun, ia kembali ditolak. Keesokan harinya ia datang lagi dan kali ini yang menemuinya Jack Nicklaus sendiri. Mantan pegolf dunia ini akhirnya setuju setelah melihat usaha Budiarsa yang pantang menyerah. Masalahnya hanya pada tarif yang mahal.
Budiarsa kembali ke Jakarta melapor kepada dewan komisaris. Datang dalam rapat untuk mendengar laporan Budiarsa, antara lain, Oom Liem dan putranya, Anthony Salim; Eka Tjipta Widjaja; serta Ciputra. Ada yang mempertanyakan, tetapi lebih banyak yang setuju. Akhirnya Budiarsa bertolak lagi ke Palm Beach. Kali ini ia ditemani Ciputra dan Pingki Pangestu. Dan, seperti diketahui, Jack Nicklaus yang datang sendiri ke Indonesia dan merancang lapangan golf itu.
Pesan dari kisah ini adalah jangan cepat menyerah. Bertarunglah habis-habisan, dengan elan yang berkobar. Ini salah satu kriteria menjadi usahawan berkelas

Turun ke Lapangan

 
KOMPAS.com - Semasa masih berusia di bawah 78 tahun, usahawan Ciputra selalu turun langsung ke lapangan. Kalau para direksinya hendak melapor di kantor, pendiri salah satu grup properti terbesar di Asia Tenggara ini sesekali memilih menerima laporan di lapangan. ”Kebetulan saya hendak melihat langsung lokasi proyek. Nanti saya dengar laporan Anda di sana saja, ya,” begitu Ciputra menirukan ucapannya sendiri, di Jakarta pekan lalu.
Ciputra menuturkan, ke lapangan memberi makna dan penuh warna sebab staf atau para pekerja di lapangan senang disapa. Arti lain, ia langsung melihat bakal lokasi proyeknya, tahu keadaan sesungguhnya di lapangan, tahu apa yang mesti disiapkan, tahu perkembangan detail, dan sebagainya.
Berada di lapangan, lanjut Ciputra, membuat seluruh elan (semangat perjuangan) melompat-lompat, energi bergelora luar biasa. Kalau sudah begini, proyek-proyek berikutnya segera menyusul. Datangnya proyek baru tidak semata dilihat sebagai ekspansi, tetapi terbukanya lapangan kerja. Kini, Ciputra (80 tahun) lebih berkonsentrasi pada aktivitas amal dan pendidikan. Ia melimpahkan grup usahanya kepada anak dan para menantunya.
Turun ke lapangan menjadi ciri khas bagi para usahawan. The Ning King, usahawan tekstil dan properti, suka ke lapangan. Begitu pula dengan usahawan lain, di antaranya Dick Gelael dari KFC, J Andrean dari J.Co dan Breadtalk, Chairul Tanjung dari Para Group, Tri Ramadi dari Alam Sutera, AH Marhendra dari SpringHill, S Benjamin dari Summarecon.
Dick Gelael, misalnya, selalu menyempatkan datang sendiri melihat bakal gerai Kentucky Fried Chicken (KFC). Kalau ia merasa tak cocok, meski anak buahnya merekomendasi, gerai itu pasti batal dibeli atau batal dibangun. Kalau cocok, biasanya Dick langsung mengambil kertas putih dan memberi sketsa tentang bentuk gedung atau restoran yang ia inginkan. ”Sampai lapangan parkirnya seperti apa, beliau juga yang gariskan,” ujar Ricardo Gelael, salah seorang putranya, baru-baru ini.
Kalau pembangunan gerai baru itu dikerjakan, Dick yang suka mengendarai jip dengan bendera kecil di depannya, suka tiba-tiba muncul lalu memberi arahan. Ia tidak hirau apakah gerai itu terletak di daerah terpencil atau bukan. Ia selalu menyempatkan diri datang. Ini sekaligus menyiratkan betapa penting peranan sebuah gerai baru bagi Dick. Juga mencerminkan alangkah detail Dick melihat masalah dan betapa ia tidak ingin mendengar laporan dari belakang mejanya.
Kalau kemudian KFC tetap memegang pangsa besar dari pasar ayam goreng nasional, itu tidaklah mengherankan sebab Dick tekun mencium aroma persaingan usaha di lapangan dan rajin mencoba cita rasa KFC. Sedikit saja berubah, ia langsung berteriak. Teriakan Dick menembus semua sekat KFC.
Kita acap menggampangkan aspek lapangan. Padahal, sikap kritis tetap perlu agar petugas lapangan tidak lengah.
Banyak eksekutif di China, Jepang, dan Jerman, sekadar menyebut contoh, sukses membawa usaha mereka ke puncak yang penuh kilau karena rajin turun ke lapangan. Mereka tekun mendengar suara-suara publik terhadap perusahaan mereka. Suara-suara publik menjadi telaga emas bagi perusahaan yang ingin berjalan di depan.

Belanja Seperlunya

 
KOMPAS.com - David Lao, usahawan properti di Singapura, termangu-mangu ketika memandang suasana di trotoar Orchard Road, Singapura. Ratusan bahkan ribuan orang berlalu lalang. Dari ribuan orang itu, sebagian besar berjalan sambil berbahasa Indonesia. Suara mereka kerap terasa riuh, menyaingi deru mobil yang melesat di jantung Singapura itu. Tangan kanan mereka menenteng tas belanjaan.
”Bukan main negara dan rakyat Indonesia, kaya sekali,” ujar David, pekan lalu, berdecak kagum. Ia bercerita, ketika berkunjung ke Hongkong, Beijing, Shanghai, dan Tokyo, ia masih sering melihat orang Indonesia berlalu lalang di trotoar sentra belanja dengan tas belanjaan di tangan. Ia menandai warga Indonesia dengan sikap mereka yang tertib, sukanya mereka berjalan berkelompok, dan gaya mereka bercakap-cakap.
Tidak ada yang bisa melarang warga negara ini berbelanja di luar negeri, begitu pula tidak ada yang bisa melarang mereka ke luar negeri sepanjang mereka mendapat visa dan tidak sedang bermasalah dengan aparat hukum Indonesia. Warga berduit berhak membelanjakan duitnya. Kalaupun ada pesan di sini, ayo belanjalah seperlunya. Tidak perlu terlampau berlebihan, sampai harus menambah dua sampai tiga koper tambahan.
Masalahnya, mal di Indonesia, terutama Jakarta dan Surabaya, sudah sangat baik. Mal di Jakarta bahkan masuk kategori mal kelas dunia. Pengakuan atas kualitas dan pelayanan mal di Jakarta sudah kerap mendapat pujian dunia, bahkan memperoleh award kelas emas dan platinum.
Persoalan berikutnya, berbelanja di dalam negeri tidak saja membuat pemilik toko senang, tetapi aspek yang jauh lebih penting dari itu adalah pasar domestik menjadi lebih bergairah. Pasar akan lebih atraktif, kemiskinan terkoreksi.
Soal pasar domestik ini kini bergulir pula di China. Seiring dengan menurunnya ekspor China ke Eropa (akibat krisis euro) dan Amerika Serikat, negara raksasa ekonomi terbesar kedua di dunia itu merasa terpengaruh juga. Efisiensi dilakukan, dan ini dia, Pemerintah China mengajak warganya untuk bergiat ekstra keras di pasar domestik. Sebab, kalau seluruh rakyat benar-benar memanfaatkan pasar domestik, ekonomi China akan tetap survive. Harapan menjadi raksasa ekonomi nomor satu dunia menjadi terbuka lebih lebar.
Formula China sebetulnya sudah kita lakukan, terutama tahun 2004-2009. Pasar domestik digenjot dan rakyat diajak lebih suka membelanjakan uangnya di dalam negeri. Wajar kalau kita mengajak warga berduit untuk lebih menggelorakan pasar domestik. Saatnya bagi kita untuk lebih menyadari bahwa hampir semua barang yang dibutuhkan ada di Jakarta.

2 comments:

  1. Sallam kenal.. permisi Gan sy mau share informasi siapa tau ada yg membutuhkan, bagi yg membutuhkan jasa iklan online untuk memperluas pemasaran usahanya serta membutuhkan jasa website silahkan kunjungi link berikut:
    jasa iklan facebook
    jasa iklan instagram
    jasa promosi instagram
    jasa google ads
    jasa social media
    jasa digital marketing
    jasa pembuatan website
    Bagi Anda yg ingin memperindah tampilan konten pada website atau konten pada facebook atau instagram untuk promosi usaha Anda, agar terlihat profesional Anda bisa memilih jasa desain grafis untuk membuat berbagai macam desain pemasaran usaha Anda agar terkesan lebih meyakinkan dan dapat meningkatkan konversi promosi Anda pada social media atau website yg Anda miliki.
    Itu saja yg bisa sy bagikan mohon maaf jika komen ini menggangu.
    Sallam & terima kasih...

    ReplyDelete
  2. Misi Admin mau share info mungkin dr visitor ada yg membutuhkan info berikut.
    Bagi anda yang sedang membutuhkan jasa maket phubungi maket creator untuk mengetahui layanan pembuatan maket yang ada. Maket Creator melayani jasa maket atau miniayur diorama dan diecast kunjungi web nya di: https://maketcreator.com/.
    Dan jika ada yang menggemari olahraga Airsoft Gun anda bisa berkunjung pada web GokilGun.com atau bisa di cari di Google dgn keyword jual airsoft gun jakarta. Serta kunjungi web Cacingnaga bagi anda yang gemar bermain slot online atau bisa di cari di Google dgn keyword agen slot online

    ReplyDelete