Wednesday, March 13, 2013

kendala wanita mencapai puncak karier

Dua Kendala Wanita Capai Puncak Karier

Tommy Sudjarwadi
Untuk menjadi pemimpin atau leader, wanita perlu effort lebih besar ketimbang laki-laki, karena pengaruh kultur Indonesia. Sebenarnya, apa saja kendala wanita untuk mencapai posisi puncak karier? “ Kalau menilik saat ini, kendala yang dihadapi oleh wanita untuk menjadi leader di Indonesia sudah relatif sangat berkurang dibandingkan 10-15 tahun yang lalu. Bahkan di beberapa industri (media, komunikasi, kreatif, fashion, dsb) preferensi wanita untuk dijadikan leader sudah terbentuk dengan kuat,” ujar Tommy Sudjarwadi, Partner Dunamis Organization Services.
Kalaupun masih ada hambatan, lanjut Tommy, biasanya terkait dengan dua hal. Pertama, budaya laki-laki harus lebih superior dibandingkan wanita. Ini lebih sering berlaku di lokasi geografis di luar kota-kota besar seperti: Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar. Kedua, tuntutan pekerjaan yang membutuhkan kehadiran fisik/sosok laki-laki seperti di industri pertambangan, perkebunan, kehutanan dan industri yang sejenisnya.
Perlukah keberpihakan kepada wanita? “Tidak perlu,” tukas Tommy dengan tandas. Menurutnya, wanita akan menjadi leader dengan sendirinya dengan segenap potensi dan kelebihannya. Kalaupun perlu diberi kuota untuk wanita, lebih diarahkan untuk membangkitkan semangat para wanita di luar kota besar.
Beberapa hal perlu dilakukan perusahaan agar wanita yang punya talenta bagus bisa terus mengembangkan karier, di antaranya memberi kesempatan yang sama dengan karyawan pria. Terutama, dalam mengelola skeptisisme di saat-saat awal para wanita diberi kesempatan tersebut. Singkat kata: beri kesempatan para wanita untuk membuktikan kemampuannya dalam 1-2 tahun pertama, jangan diintervensi selama periode tersebut.
Iklim seperti apa yang harus dikembangkan sebuah perusahaan agar potensi wanita bisa muncul secara optimal? Kata Tommy, iklim yang toleran terhadap keterbatasan-keterbatasan wanita. Maksudnya, soal cuti melahirkan. Hal ini jangan dijadikan faktor yang membebani perempuan. Misalnya saat evaluasi tahunan, performa wanita jangan dilihat dari segi volume sebab ini sangat mungkin wanita akan tertinggal bila dalam tahun tersebut dia mengambil cuti melahirkan. Yang perlu dijadikan bahan evaluasi adalah kualitas bukan volume. Juga soal “tradisi” berlama-lama di kantor bahkan lembur hingga pagi. Nah, ketika perempuan pulang cepat, jangan dijadikan beat count. Selama hasil karya bagus dan pekerjaan selesai, pulang cepat jangan dijadikan masalah. Hal-hal yang sifatnya operasional tersebut tanpa disadari sering menjadi batu sandungan.

P&G Prioritaskan Kualitas SDM daripada Jender

P&G, Bambang Suharyanto
Bambang Sumaryanto
Tidak banyak perusahaan yang memberikan kesempatan besar buat wanita untuk berkarier. Dan P&G Indonesia adalah salah satu perusahaan yang menjadi incaran kaum hawa untuk mengembangkan karier. “P&G merupakan perusahaan yang sangat memperhatikan komposisi eksekutif, khususnya yang wanita. Saat ini bahkan Group President P&G untuk wilayah Asia adalah seorang wanita,” ujar Bambang Sumaryanto, Direktur Hubungan Ekternal P&G Indonesia.

Menurut Bambang, untuk level BoD (Board of Director), komposisinya 50:50 antara pria dan wanita. Sedangkan secara keseluruhan tahun lalu pekerja wanita P&G Indonesia berjumlah 52%. Tapi saya lupa berapa total pekerja P&G Indonesia. Sejak dulu komposisi tersebut tidak terlalu berubah signifikan.

Meskipun begitu, bagi P&G, komposisi tidak terlalu penting. Justru, perusahaan consumer goods itu tidak ingin mengorbankan kualitas hanya lantaran ingin memenuhi kuota khusus. “Kami sangat menjunjung tinggi diversifikasi dalam berkarier. Hal itu untuk menunjang performa bisnis kami. Apalagi bisnis kami adalah menjual produk kecantikan, dan rumah tangga lainnya. Jadi, dibutuhkan banyak ide segar dari banyak orang, tanpa memandang kaum. Namun ada tiga hal menjadi kriteria diperusahaan yakni jender, keberagaman kebangsaan, dan faktor lain seperti keberagaman warna kulit. Strategi itu ditempuh agar ide-ide kreatif terus bermunculan yang nantinya diharapkan mampu menunjang aktifitas merek-merek P&G dalam hal promosi, branding dan penjualan,” jelas Bambang.

Untuk meningkatkan women talent, menurut Bambang, pihaknya memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada siapapun, baik wanita ataupun pria. Mulai dari rekruetmen (penyaringan), uji kemampuan, hingga proses akhir (penerimaan). Yang P&G cari adalah bukan jender, tapi kapabilitas serta kualitas. Kebetulan, wanita cukup banyak menduduki posisi di P&G.

Guna mendorong lahirnya women leader baru, pertama, P&G sering melakukan sharing antar sesama wanita. Acaranya semacam diskusi santai, seminar ataupun workshop dengan menghadirkan senior-senior brand manager yang sukses, baik skala nasional, maupun internasional. Mereka diharapkan dapat memberikan pencerahan ke pekerja wanita yang sedang dirundung kesuraman dalam berkarier. Bukan hanya itu, sejumlah aktifis wanita internasional juga kerap dihadirkan. Kedua, memberi kesempatan pekerja wanita untuk mengikuti pelatihan yang berguna untuk diri mereka dan untuk kepentingan bisnis, di luar latihan fisik. Dengan begitu, kemampuan talent akan keluar dan berdampak pada membaiknya prestasi kerja.

Kompetensi yang dibutuhkan pemimpin wanita pun sama dengan pria. “Tidak boleh dibedakan. Yang dibutuhkan seperti integritas dan kualitas dalam memimpin bisnis,” imbuhnya. Toh, dia mengakui bahwa wanita lebih peka terhadap sesuatu, sedang pria lebih rasional. Namun, itu adalah sebuah pernyataan yang belum tentu benar karena semua balik lagi ke individu masing-masing.

Menurut Bambang, tidak perlu ada keberpihakan atau regulasi khusus untuk wanita dalam berkarir.“Jangan mengorbankan kualitas hanya untuk memenuhi kuota. Lagi pula tidak perlu ada dikotomi antara wanita dan pria. Itu sama saja mendiskriminasikan sebagian orang yang seharusnya pantas menduduki sebuah posisi, tapi mesti ditendang lantaran alasan kuota,” tegasnya.

Kendala pemimpin wanita, lanjut Bambang, terletak pada diri mereka sendiri. Yang jelas, P&G tidak pernah mengkerdilkan kemampuan seseorang. Kendalanya seperti peran ganda yang mesti dijalankan. Di P&G ada beberapa manager wanita yang enggan bekerja/ditugaskan di luar negeri. Otomatis, kesempatan yang sudah diberikan oleh perusahaan terbuang sia-sia. Sehingga misalnya posisi untuk menjadi country manager sulit tercapai.

Cara pemecahannya, bagaimana? “Kami tempatkan mereka di lokasi yang memungkinkan wanita menjalankan dua peran sekaligus. Misalnya jika mereka sudah berkeluarga dan tinggal di Jakarta, ya kita tempatkan di Jakarta. Kami juga pindahkan posisi mereka ke posisi yang lain, yang memungkinkan mereka untuk tetap berkembang dan memiliki keahlian yang baru,” ungkap Bambang.

Untuk itu, P&G harus transparan dalam proses perekrutan. Dari keterbukaan proses tersebut, bisa diketahui dan dinilai mana yang layak atau tidak. P&Gi memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siapapun, baik wanita ataupun pria. Mulai dari rekruetmen (penyaringan), uji kemampuan, hingga proses akhir (penerimaan). Juga, menumbuhkan kepercayaan diri kepada wanita bahwa perusahaan tersebut tidak membeda-bedakan jender. Caranya dengan membuat seminar khusus wanita, diskusi antara wanita karir, dan sebagainya.

No comments:

Post a Comment