Mengelola Telesales Asuransi Andalan
Telesales menjadi tulang punggung lonjakan penjualan premi. Bagaimana AXA Mandiri menangani mereka?
Hampir setahun Tri Yuni Lestari menjadi telesales officer (TSO) AXA Mandiri Financial Services. Wanita 34 tahun ini mengaku betah bekerja di sana karena take home pay yang diterima saban bulan bisa mencapai Rp 20 juta. Untuk mendapatkan income
sebesar itu, dia harus menunjukkan nilai prestasi kerja A. Penilaiannya
mengacu pada penjualan premi, absensi, aneka kuis untuk menguji
pengetahuan telemarketing dan product knowledge.
“Tiap
bulan kami ada rapornya,” ujar Yuni. Lulusan Sekolah Tinggi Perikanan
di Jakarta Selatan ini berharap senantiasa dapat mengejar target
kerjanya, sebab itu memengaruhi penghasilan yang dia bawa pulang dan
perkembangan kariernya.
Yuni adalah salah seorang dari 250 TSO yang dimiliki AXA Mandiri. Selain TSO yang berjualan secara telemarketing,
perusahaan asuransi patungan yang sahamnya dimiliki Bank Mandiri (51%)
dan AXA Group asal Amerika Serikat (49%) itu juga mengandalkan lebih
dari 1.700 financial advisor
(FA) sebagai ujung tombak penjualan produk-produknya. Kekuatan pasukan
yang terlatih dan penjualan premi signifikan ini mengukuhkan AXA Mandiri
sebagai pemimpin pasar pelaku bisnis bancassurance (penjualan asuransi melalui bank) di Indonesia.
Kondisi
itu diperkuat laporan kuartal I/2011 Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia:
pangsa pasar AXA Mandiri mencapai 40% mengacu pada weighted new business premium. Untuk kinerja tahun 2010, tercatat total premi Rp 2,8 triliun, laba Rp 480 miliar serta total aset Rp 8,5 triliun.
Peran
TSO dan FA penting bagi keberhasilan performa AXA Mandiri. Untuk itu,
perusahaan yang didirikan pada 2008 itu melatih pengembangan sumber daya
manusia (SDM) telesales-nya dengan sungguh-sungguh melalui lembaga pendidikan khusus, yakni Telemarketing AcademyAXA Mandiri yang secara resmi diluncurkan ke publik pada 27 Juli 2011. “Sebelumnya AXA Indonesia sudah memiliki Bancassurance Academy yang diresmikan pada awal 2004. Jadi, kami sudah punya pengalaman, program dan keahlian untuk membangun akademi telemarketing,” kata Albertus Wiryono, Presiden Direktur AXA Mandiri.
Diakui Kuki Kadarisman, Telemarketing Academy
AXA Mandiri adalah yang pertama di Indonesia. “Bahkan, menjadi acuan
belajar AXA negara-negara lain,” ujar Direktur Pemasaran AXA Mandiri itu
mengklaim. Tidak tanggung-tanggung, dana minimal Rp 2 miliar
digelontorkan untuk membangun pusat kegiatan pelatihan telemarketing
tersebut. Biaya itu, menurut Hengky Djojosantoso, Direktur Distribusi
Alternatif PT AXA Services Indonesia, belum termasuk ongkos pelatihan
dan tenaga pelatih.
“Kami ingin mengembangkan telemarketing
karena potensinya luar biasa. Keunggulan jalur distribusi lewat saluran
telepon ini adalah efisien dan efektif dalam menjangkau nasabah,” ujar
Albertus. Alasan lain, untuk menangkap nasabah Bank Mandiri yang jarang
berkunjung ke kantor cabang. Selain itu, jalur distribusi ini dipakai
sebagai kendaraan AXA Mandiri untuk masuk ke pasar menengah-bawah yang
selama ini belum tersentuh dengan premi terjangkau, Rp 10-300
ribu/bulan.
Apa
beda TSO dan FA? Meski sama-sama bertugas memasarkan produk, TSO dan FA
berbeda. Dari sisi cara, TSO menjual produk melalui telepon (telemarketing) dengan fasilitas call center, FA berjualan secara konvensional face to face.
Dari sisi produk, TSO hanya menjual produk asuransi jiwa dan kesehatan,
sementara FA bisa memasarkan semua jenis produk, baik asuransi
tradisional maupun unit link yang dikombinasikan dengan investasi. Contoh produk yang ditawarkan TSO: Mandiri Family Care, Mandiri Hospital Saving, Mandiri Jaminan Kesehatan, Mandiri Jaminan Kesehatan Syariah, dan Mandiri Income Statement.
Ada tiga langkah utama yang dilakukan AXA Mandiri untuk mengoptimalkan kinerja telesales. Pertama, memperkaya database. “Terutama karena penjualan kami melalui telemarketing, sehingga bergantung pada database Bank Mandiri,” ujar Kuki. Tidak hanya dari database
nasabah kartu kredit, tetapi juga dari jalur lain yang ada di grup Bank
Mandiri seperti dari anak-anak usaha Bank Mandiri: Bank Syariah
Mandiri, Bank Sinar Harapan Bali dan Mandiri Tunas Finance. Meski
demikian, penawaran produk bukan hanya melalui database kartu kredit, tetapi bisa diupayakan peningkatan penjualan dengan cross selling dari pemegang polis AXA Mandiri yang sudah ada.
Langkah kedua: penjualan produk yang sesuai dengan kebutuhan nasabah. Untuk itu, para TSO dituntut harus kuat dalam product knowledge. Pengetahuan itu didukung dengan informasi khusus para calon nasabah yang database-nya
berasal dari Bank Mandiri: dari sisi demografi, usia dan tahap
kehidupannya. Alhasil, produk yang ditawarkan sesuai dengan profil
setiap calon nasabah.
Ketiga, dengan simplifikasi produk dan proses underwriting.
Menurut Kuki, ada perbedaan besar antara penjualan melalui TSO dan
melalui FA. Kunci keberhasilan penjualan melalui TSO merupakan ciri khas
telemarketing: penyederhanaan diskripsi produk dan proses underwriting lebih cepat. Pasalnya, telemarketer dibatasi waktu kala menawarkan produk asuransi ke calon nasabah. Lain dengan FA yang bertemu di suatu tempat face to face dalam waktu lebih lama untuk menawarkan produk.
Hingga kini, diklaim Albertus, distribusi telemarketing
terus menunjukkan peningkatan. Saat awal beroperasi pada April 2008,
AXA Mandiri hanya memiliki 60 TSO, tahun 2010 menjadi 130 TSO, pada 2011
ada 250 TSO, dan kelak ditargetkan menjadi 300 TSO sesuai dengan
kapasitas Telemarketing Academy AXA Mandiri.
Yang
menarik, angka penjualan premi melalui TSO meningkat 75% dari Rp 275
miliar pada 2010 menjadi hampir Rp 500 miliar tahun ini. Kinerja
produktivitas bulanan tiap TSO juga naik dari Rp 133 juta (2010) menjadi
Rp 184 juta pada 2011. Sementara itu, FA rata-rata menjual premi Rp 55
juta/bulan (2010) naik menjadi Rp 101 juta sekarang. “Respons customer terhadap penawaran TSO rata-rata 10% closing. Tiap TSO rata-rata mampu menjual 60 polis dengan premi Rp 300 ribu/bulan,” ia menambahkan. Keberhasilan ini ditopang kualitas database, profesionalisme TSO yang berlisensi, plus mutu produk dengan harga terjangkau.
Untuk
itu, Albertus bertekad meningkatkan peran TSO di masa depan. Apalagi
penempatan FA di jaringan kantor cabang Bank Mandiri dan Bank Syariah
Mandiri tidak bisa berkembang paralel. Sebagai gambaran, jika kini
jumlah FA di atas 1.700 orang, tidak bisa serta-merta menjadi 5.000 FA
hanya dengan mengandalkan ekspansi kantor cabang.
Namun, jika dipukul rata, kontribusi jalur distribusi telemarketing
belum dominan lantaran menyumbang sebesar 22% atau Rp 481,9 miliar
terhadap perolehan premi bisnis baru AXA Mandiri pada 2010. Meskipun
begitu, secara industri, pencapaian kinerja TSO atau telemarketing AXA Mandiri masih memimpin di garda terdepan.
Bagaimana mengelola TSO jempolan agar tidak hengkang? “Sepanjang pengembangan karier bagus, model bagus, income
bagus, maka TSO tidak akan ke mana-mana. Biasanya yang keluar karena
kinerjanya kurang bagus,” ujar Albertus berkilah. Dia meyakinkan bahwa
penghasilan TSO atau FA dapat melebihi posisi manajer, bahkan general manager, sehingga loyalitasnya di AXA Mandiri sangat tinggi. “Income TSO kami di atas rata-rata industri,” Albertus menegaskan.
Pendapat
Albertus bukan isapan jempol. Yuni, misalnya, belum tertarik pindah
kerja.”Saya dulu kerja di perusahaan lain santai, tapi gajinya santai
juga. Sedangkan di AXA Mandiri jenjang kariernya jelas dan income bagus,” ucap Yuni seraya menambahkan, dirinya tidak cuma diajarkan selling skill, tapi juga leadership. AXA Mandiri pun memiliki database kuat dari Bank Mandiri sehingga prospeknya lebih menjanjikan.
Dijelaskan Albertus, jenjang karier TSO jelas. Setelah lulus tes, mereka akan mendapat pelatihan dan menjadi trainee TSO AXA Mandiri. Setelah memenuhi beberapa kriteria, mereka akan masuk sebagai associate. Karier selanjutnya, jika bisa mencapai target tertentu, mereka akan naik jabatan sebagai senior TSO. Setelah itu, para TSO yang punya kemampuan pemimpin disalurkan mengikuti leadership program dengan menjadi manajer. “Jadi kalau mereka memiliki kinerja, attitude, prestasi, kualitas bagus, akan dipromosikan hingga ke posisi tertinggi di telemarketing.”
Telemarketing
Academy AXA Mandiri juga menyediakan beberapa program untuk
mengembangkan TSO, baik yang terkait profesionalisme maupun struktur
karier. “Kunci sukses telemarketing itu menyampaikan penawaran produk secara efisien dan efektif via telepon karena waktunya terbatas, “ Kuki mengingatkan.
Tantangan bisnis asuransi melalui telemarketing sebagaimana yang dihadapi AXA Mandiri, diakui Albertus, terletak pada database
yang disediakan grup Bank Mandiri. Solusinya adalah menjaga hubungan
baik dalam kemitraan yang sudah terjalin selama ini. Meski saat ini
kontribusi telemarketing rata-rata masih 10%-15% dari keseluruhan bisnis asuransi nasional, potensi penjualan melalui telesales sangat besar.
“Tapi,
AXA Mandiri memiliki kekuatan lebih dibandingkan perusahaan asuransi
lain,”’ kata Albertus. Keyakinan itu didasarkan pada 10 juta saving account
Bank Mandiri yang belum disentuh AXA Mandiri. Itu belum termasuk 1,5
juta nasabah kartu kredit Bank Mandiri yang baru digarap. Apalagi,
masyarakat bisa menanyakan produk AXA Mandiri di jaringan 1.000 lebih
cabang Bank Mandiri dan 150 cabang Bank Syariah Mandiri.
Menurut Godo Tjahjono, pengamat manajemen dan pemasaran, saat ini perusahaan yang berhasil dalam telemarketing adalah yang memiliki customerdatabaseyang digunakan oleh divisi atau perusahaan lain yang masih satu grup, misalnya dalam kasus AXA Mandiri yang digunakan adalah database pemegang kartu kredit dan nasabah Bank Mandiri, sehingga lebih mudah dibandingkan perusahaan yang harus membeli customer database perusahaan lain atau sumbernya tidak jelas.
Hanya saja, Mitra Pengelola Decision-Co & Force ini memandang telemarketing di Indonesia belum memanfaatkan datawarehouse dalam business intelligence dengan baik, sehingga pendekatannya sering asal tembak atau menggeneralisasi semua customer. Contoh, ada kejadian lucu saat nasabah bank yang punya simpanan Rp 100 juta ditawari telemarketer dari bank yang sama (biasanya ini tenaga outsourcing) fasilitas kredit tanpa agunan Rp 15 juta, karena file dari customer information amburadul. Bahkan, data customer kerap terduplikasi.
“Tidak ada trik khusus untuk berhasil dalam telemarketing. Kuncinya ada pada kualitas data dan pendekatan yang berbeda setiap kategori customer yang dapat dibuat dengan akurat bila menggunakan data warehouse,” ujar Godo. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kredibilitas merek perusahaan di benak customer. Jadi, aliansi strategis perlu dilakukan untuk mendukung kredibilitas merek yang dianggap masih kurang meyakinkan konsumen.
Godo
menilai tepat aliansi strategi AXA dan Bank Mandiri. “Keberhasilan AXA
saya pikir wajar, tidak ada yang ajaib dan tidak bisa dibandingkan
dengan Cigna yang banyak melakukan cross selling
dengan data perusahaan lain,” dia menegaskan. Menurutnya, AXA Mandiri
membidik pelanggan yang sudah terjaring menjadi nasabah Bank Mandiri,
baik kartu kredit maupun tabungan. Dengan demikian, lanjut Godo, closing ratio-nya
harus ditargetkan di atas rata-rata industri. Pelajaran untuk
perusahaan lain dari AXA Mandiri adalah aliansi strategis merupakan
investasi awal untuk kemudahan proses cross selling baik lewat telemarketing maupun jalur distribusi lain.
Artikel yg sangat menarik..:-)
ReplyDelete